JAKARTA - Pilihan hidup generasi muda terus mengalami pergeseran seiring perubahan cara memaknai kesuksesan. Jika sebelumnya pencapaian karier sering dijadikan tolok ukur utama, kini pengalaman hidup justru semakin mendapat tempat penting, terutama bagi Generasi Z.
Pergeseran ini tidak muncul tanpa dasar, melainkan tercermin dari berbagai riset yang memotret cara Gen Z menentukan prioritas antara pekerjaan, waktu luang, dan perjalanan.
Salah satu gambaran paling jelas datang dari survei terbaru Global Hotel Alliance (GHA) yang melihat kebiasaan dan preferensi perjalanan dari jutaan pelancong dunia.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa liburan dan pengalaman personal bukan lagi sekadar aktivitas selingan, melainkan bagian dari identitas diri, khususnya bagi Gen Z. Di tengah dinamika dunia kerja yang semakin kompetitif, kelompok usia ini justru lebih tertarik mengejar pengalaman bermakna melalui perjalanan.
Pergeseran Nilai Hidup Generasi Z
Survei GHA yang diambil dari data program loyalitas GHA DISCOVERY, dengan lebih dari 34 juta anggota di seluruh dunia, menampilkan perubahan cara pandang generasi muda terhadap keseimbangan hidup. Dilansir dari laman Hotelsmag pada Sabtu, 6 Desember 2025, sebanyak 65% pelancong percaya bahwa perjalanan mencerminkan identitas mereka.
Menariknya, hampir setengah responden Gen Z menilai pengalaman perjalanan lebih bernilai dibandingkan pencapaian pekerjaan yang sukses.
Tren ini terlihat paling kuat di negara-negara seperti Jerman, Amerika Serikat, Thailand, Uni Emirat Arab, dan India. Bagi Gen Z, perjalanan bukan hanya soal berpindah tempat, melainkan sarana membangun jati diri, memperluas perspektif, dan mengumpulkan pengalaman yang dirasa lebih relevan dengan nilai hidup mereka. Pola pikir ini membuat tujuan hidup mereka tidak lagi sepenuhnya terikat pada jalur karier konvensional.
Liburan Mengalahkan Perjalanan Bisnis
Data survei juga mengungkap perubahan pola perjalanan secara umum. Perjalanan rekreasi diprediksi semakin mengungguli perjalanan bisnis. Rata-rata pelancong kini merencanakan enam perjalanan pribadi dan empat perjalanan bisnis. Hampir setengah responden berharap intensitas liburan mereka meningkat, sementara hanya 12% yang merencanakan lebih banyak bepergian untuk urusan pekerjaan.
Gen Z dan Milenial menjadi penggerak utama tren ini. Sebaliknya, generasi Baby Boomer cenderung memilih perjalanan yang lebih sedikit, tetapi dengan durasi lebih lama dan suasana yang menenangkan. Hal ini menunjukkan perbedaan kebutuhan antargenerasi dalam memaknai perjalanan, di mana Gen Z lebih menyukai frekuensi dan variasi, sementara generasi lebih tua menekankan kenyamanan dan ketenangan.
Gaya Menjelajah yang Lebih Berarti
Keinginan untuk menjelajah hal baru juga menjadi ciri kuat generasi muda. Sebanyak 62% pelancong lebih memilih mengunjungi destinasi baru dibandingkan kembali ke tempat yang sudah pernah didatangi. Jika pun kembali, tujuan mereka adalah memperdalam pengalaman, bukan sekadar mengulang kunjungan. Dorongan eksplorasi ini paling terasa pada Gen Z serta pelancong dari India, Uni Emirat Arab, dan China.
Selain itu, gaya perjalanan juga berubah. Sekitar 60% pelancong lebih menyukai kota kecil atau wilayah pedesaan. Sebanyak 42% memilih perjalanan yang santai dan fleksibel, sementara 36% tertarik pada jadwal yang padat aktivitas.
Preferensi ini menandakan meningkatnya minat pada perjalanan yang lebih lambat dan personal, jauh dari konsep wisata massal yang serba cepat.
Teknologi dan Loyalitas yang Berubah Makna
Perubahan gaya hidup turut memengaruhi cara pelancong memanfaatkan teknologi. Sekitar 60% pelancong global kini menggunakan kecerdasan buatan atau AI untuk merencanakan liburan mereka.
Angka ini bahkan mencapai 79% pada Gen Z, menjadikannya generasi paling adaptif terhadap teknologi perjalanan. Asia masih menjadi kawasan tujuan favorit, dengan Jepang, China, dan Thailand sebagai destinasi teratas.
Sumber inspirasi perjalanan juga bergeser. Rekomendasi dari teman dan keluarga masih menempati posisi teratas sebesar 36%, disusul media sosial seperti Instagram dan TikTok dengan 34%, khususnya di China. Hal ini menegaskan peran besar komunitas dan media digital dalam membentuk keputusan perjalanan generasi muda.
Dalam hal loyalitas hotel, nilai yang dicari pun berubah. Poin dan diskon bukan lagi faktor utama. Manfaat seperti upgrade kamar, check-in lebih awal, dan check-out lebih lambat justru menjadi aspek yang paling dihargai. Bahkan, 73% anggota menyatakan bersedia membeli langganan perjalanan demi keuntungan gaya hidup jangka panjang.
Kristi Gole, EVP Strategi GHA, menegaskan perubahan mendasar ini. “Pelancong sekarang lebih bijak dan berfokus pada pengalaman yang bermakna. Mereka bepergian bukan hanya untuk pekerjaan, tetapi untuk hal yang mencerminkan siapa mereka. Loyalitas kini soal gaya hidup, pengakuan, dan rasa memiliki di mana pun mereka berada,” ujar Kristi Gole.
Temuan tersebut memperlihatkan bahwa bagi Gen Z, liburan bukan pelarian dari tanggung jawab, melainkan bagian dari perjalanan hidup yang dianggap sama pentingnya dengan karier. Pergeseran ini menjadi sinyal bahwa definisi sukses di masa depan akan semakin inklusif, tidak hanya soal jabatan dan penghasilan, tetapi juga tentang kualitas pengalaman dan keseimbangan hidup.