JAKARTA - Mi instan sering kali hadir sebagai jawaban paling praktis ketika seseorang membutuhkan makanan cepat saji. Bagi mahasiswa, pekerja kantoran, hingga mereka yang memiliki aktivitas padat, hidangan ini menjadi pilihan karena mudah dibuat, rasanya konsisten, dan harganya terjangkau.
Namun, di balik kepraktisan tersebut, para ahli kesehatan mengingatkan bahwa kenyamanan jangka pendek bisa menciptakan masalah kesehatan jangka panjang apabila dikonsumsi terlalu sering.
Seorang dokter ortopedi asal Mumbai, Dr Manan Vora, menyoroti meningkatnya kebiasaan makan mi instan setiap hari, terutama pada generasi muda.
Melalui video edukasi di Instagram, ia menegaskan bahwa konsumsi mi instan sesekali tidak berbahaya, tetapi mengandalkannya sebagai makanan harian dapat menimbulkan dampak serius bagi tubuh. Ia bahkan menyebut mi instan bukan sekadar instant comfort, tetapi dapat berubah menjadi instant damage ketika dikonsumsi tanpa kontrol.
Peringatan Ahli Soal Bahan dalam Mi Instan yang Perlu Diwaspadai
Menurut Dr Vora, masyarakat sebenarnya sudah mengetahui bahwa mi instan termasuk kategori makanan ultra-proses. Meski demikian, ia menilai risiko kesehatan justru meningkat karena semakin banyak produk pedas ekstrem seperti Buldak ramen yang menjadi tren di kalangan Gen Z.
Ia menekankan adanya beberapa komponen yang perlu diperhatikan karena kerap muncul dalam hampir semua mi instan dan menjadi alasan mengapa konsumsi berlebihan berbahaya.
Salah satu bahan yang disorot adalah TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone), pengawet sintetis yang berfungsi memperpanjang umur simpan produk olahan. Menurutnya, TBHQ merupakan antioksidan buatan yang menjaga minyak dan lemak agar tidak tengik. Namun, jika dikonsumsi terlalu sering, bahan ini dapat memicu stres oksidatif dan akhirnya menambah beban kerja tubuh.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah penggunaan kemasan polystyrene pada produk cup noodles. Ketika air panas dituangkan ke dalamnya, ada risiko pelepasan mikroplastik yang kemudian dapat masuk ke tubuh.
“Begitu kamu menambahkan air panas, mikroplastik bisa keluar dan masuk ke tubuh. Ini meningkatkan peradangan dan mengiritasi usus seiring waktu,” ujar Dr Vora.
Ia menambahkan bahwa paparan mikroplastik telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan dalam sejumlah studi.
Selain itu, tingginya kandungan pewarna buatan, perisa sintetis, dan MSG dalam mi instan juga menjadi sorotan. Ketiganya turut menciptakan rasa gurih yang kuat dan membuat mi lebih adiktif. Menurut Dr Vora, formulasi seperti ini merupakan karakter utama makanan ultra-proses yang menghadirkan rasa yang lebih intens sekaligus memicu keinginan makan berulang.
Risiko Jangka Panjang Konsumsi Mi Instan pada Tubuh
Walaupun Dr Vora tidak melarang konsumsi mi instan, ia menegaskan bahwa menjadikannya menu harian dapat memberi dampak serius. Beberapa risiko yang mungkin muncul antara lain peradangan kronis, gangguan pencernaan, peningkatan stres oksidatif, hingga ketidakseimbangan nutrisi.
Ia mengingatkan bahwa tubuh membutuhkan variasi makanan, terutama yang berasal dari sumber alami seperti sayuran, buah, dan protein berkualitas.
Menurutnya, salah satu masalah utama dari pola makan yang terlalu sering mengandalkan mi instan adalah hilangnya asupan nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh.
Hal ini dapat memicu masalah kesehatan yang tidak langsung terlihat, tetapi akan muncul seiring waktu. Ia kembali mendorong masyarakat untuk lebih bijak memilih makanan sehari-hari demi menjaga usus, energi, dan kesehatan jangka panjang.
Pandangan Dokter Lokal tentang Konsumsi Mi Instan yang Masih dalam Batas Aman
Sementara itu, dokter asal Surabaya dr. Sungadi Santoso atau dr. Sung, yang kerap mengedukasi masyarakat soal pola makan harian, memberikan pandangan tambahan.
Ia menegaskan bahwa produk mi instan yang telah terdaftar di BPOM sebenarnya sudah melalui proses uji keamanan pangan, termasuk terkait pengawet seperti natrium benzoat dan pewarna tartrazine. Menurutnya, bahan tersebut masih aman dikonsumsi selama berada pada batas wajar.
Namun, ia menilai masalah muncul ketika seseorang mengonsumsi mi instan setiap hari, bahkan lebih dari satu bungkus dalam sehari. Hal ini berkaitan dengan komposisi gizi mi instan yang cenderung tidak seimbang. Menurut dr. Sung, mi instan tinggi karbohidrat dan lemak, tetapi rendah protein, vitamin, mineral, dan fitonutrien. Jika menjadi makanan pokok tanpa tambahan gizi pendamping, tubuh dapat mengalami defisiensi nutrisi penting, seperti kekurangan zat besi, kalsium, hingga sejumlah vitamin.
“Kondisi ini dapat membuat seseorang mudah lelah, mengantuk, sulit berkonsentrasi, dan rentan sakit,” ujar dr. Sung, sebagaimana dikutip dari edukasi sehat di kanal YouTube SB30 Health.
Selain itu, ia menyoroti tingginya kandungan garam dalam bumbu mi instan. Konsumsi garam berlebih secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi serta gangguan kesehatan lainnya. Ia juga menyebut bahwa tubuh awalnya mungkin mampu beradaptasi, tetapi dalam jangka panjang, pengawet dan pewarna dapat menumpuk apabila dikonsumsi berlebihan.
“Awalnya tubuh bisa beradaptasi, tapi lama-kelamaan pengawet dan pewarna yang semestinya bisa dinetralisir jadi menumpuk. Berat badan naik, risiko obesitas meningkat, dan muncul penyakit degeneratif lainnya,” jelasnya.
Dengan berbagai penjelasan para ahli tersebut, konsumsi mi instan tetap bisa dilakukan, tetapi harus dibatasi dan diimbangi dengan makanan bergizi lain. Pilihan terbaik adalah menjadikan mi instan sebagai makanan selingan sesekali, bukan sebagai menu utama harian.