JAKARTA

Jakarta Resmi Jadi Kota Terpadat Dunia Versi PBB

Jakarta Resmi Jadi Kota Terpadat Dunia Versi PBB
Jakarta Resmi Jadi Kota Terpadat Dunia Versi PBB

JAKARTA - Jakarta kini resmi menjadi kota dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, menyalip Tokyo yang sejak 2000 menduduki posisi teratas.

Berdasarkan laporan World Urbanization Prospects 2025 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ibu kota Indonesia dihuni hampir 42 juta orang, sementara Tokyo berada di posisi tiga dengan 33,4 juta penduduk. Lonjakan ini terjadi dalam kurun waktu dua dekade, menggambarkan dinamika urbanisasi yang sangat cepat. 

Peningkatan penduduk Jakarta tidak hanya mencerminkan urbanisasi, tetapi juga menjadi indikator tantangan besar bagi perencanaan kota, infrastruktur, dan layanan publik.

Sementara itu, Dhaka di Bangladesh menunjukkan pertumbuhan populasi yang juga cepat, menempati posisi kedua dengan 36,6 juta orang. Kota ini bahkan diproyeksikan menjadi kota terbesar dunia pada 2050. 

Migrasi dari pedesaan ke perkotaan menjadi faktor utama peningkatan jumlah penduduk, dipicu oleh peluang ekonomi, pendidikan, dan faktor lingkungan seperti bencana iklim, banjir, serta naiknya permukaan laut. Jakarta menghadapi situasi serupa. 

Beberapa studi memprediksi bahwa seperempat wilayah kota berpotensi berada di bawah air pada pertengahan abad ini akibat penurunan tanah dan kenaikan permukaan laut, sehingga urbanisasi yang cepat menimbulkan risiko lingkungan yang nyata.

Perkembangan Megacity di Asia dan Tantangan Urbanisasi

PBB mencatat jumlah megacity, yakni kota dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, meningkat drastis menjadi 33 kota, empat kali lipat dari tahun 1975. 

Asia menjadi episentrum urban terbesar dunia dengan 19 megacity, termasuk sembilan dari sepuluh kota terpadat global. Di antaranya adalah Jakarta, Dhaka, Tokyo, New Delhi, Shanghai, Guangzhou, Manila, Kolkata, dan Seoul. 

Kota-kota ini menghadapi tantangan infrastruktur, transportasi, dan ketersediaan air bersih. Satu-satunya kota non-Asia yang masuk dalam daftar 10 besar adalah Kairo, Mesir, dengan populasi sekitar 32 juta orang.

Dengan kepadatan yang meningkat, Jakarta juga harus menangani ketimpangan sosial dan ekonomi. Tahun ini, ribuan warga melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap kondisi pekerja berpendapatan rendah, termasuk pengemudi ojek dan kurir daring. 

Tantangan ini menjadi pengingat bahwa urbanisasi bukan sekadar soal pertumbuhan jumlah penduduk, tetapi juga memerlukan manajemen sosial dan ekonomi yang matang agar kesejahteraan warga tetap terjaga.

Inisiatif Pemerintah dan Pembangunan Ibu Kota Baru

Untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk Jakarta, pemerintah Indonesia tengah mengembangkan ibu kota baru di Nusantara, Kalimantan Timur. Meskipun demikian, PBB memproyeksikan jumlah penduduk Jakarta masih akan meningkat sekitar 10 juta orang dalam 25 tahun mendatang. 

Hal ini menunjukkan bahwa urbanisasi tidak akan berhenti begitu saja meski ada rencana relokasi penduduk dan pembangunan kota baru.

Pemerintah juga harus mengelola berbagai aspek kehidupan kota, termasuk transportasi, energi, perumahan, serta kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. 

Penurunan tanah, banjir, dan naiknya muka laut menjadi tantangan nyata yang perlu diatasi melalui perencanaan perkotaan yang berkelanjutan. 

Infrastruktur transportasi massal, sistem drainase modern, dan pengembangan ruang hijau menjadi elemen penting untuk mengurangi risiko sosial dan lingkungan dari pertumbuhan populasi yang masif.

Metodologi Baru PBB dan Implikasi Global

Laporan terbaru PBB menggunakan definisi baru untuk mengukur kota di berbagai negara. Kini, kota diidentifikasi sebagai aglomerasi berdekatan dari sel grid satu kilometer persegi dengan kepadatan minimal 1.500 orang dan populasi total minimal 50.000. 

Pendekatan ini lebih konsisten untuk membandingkan ukuran kota di seluruh dunia, sekaligus memperbarui peringkat kota-kota besar. Misalnya, Teheran kini tercatat memiliki sembilan juta penduduk dan tengah menghadapi krisis air serius, sehingga pembatasan distribusi air diterapkan.

Selain Teheran, kota-kota Asia lainnya terus menarik perhatian global karena pertumbuhan penduduk yang cepat. Lonjakan ini bukan hanya soal jumlah, tetapi juga soal implikasi ekonomi, lingkungan, dan sosial. 

Peningkatan jumlah penduduk yang cepat membutuhkan strategi berkelanjutan, mulai dari perencanaan wilayah hingga manajemen sumber daya alam. 

Kota-kota yang mampu menyesuaikan diri dengan pertumbuhan penduduk ini akan menjadi pusat ekonomi global, sedangkan yang gagal menghadapi tantangan ini berisiko menghadapi stagnasi atau krisis urban.

Urbanisasi global menunjukkan bahwa konsentrasi manusia di kota-kota besar semakin tinggi. Jakarta, dengan populasi hampir 42 juta, menjadi simbol dinamika ini. 

Tantangan yang dihadapi mencakup risiko banjir, kemacetan, ketimpangan sosial, dan tekanan pada layanan publik. Namun, hal ini juga menjadi peluang bagi inovasi perkotaan, pembangunan infrastruktur canggih, dan peningkatan kualitas hidup warga jika dikelola secara tepat.

Dengan pertumbuhan megacity yang terus meningkat, Asia menjadi pusat perhatian dunia dalam hal urbanisasi. Kota-kota di benua ini menampilkan kombinasi antara peluang ekonomi dan risiko lingkungan, menegaskan bahwa pengelolaan kota besar di era modern harus mempertimbangkan keberlanjutan, inklusivitas, dan kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index