GAYA HIDUP SEHAT

Indonesia Dorong Pola Sehat Lewat Reformulasi Pangan Nasional

Indonesia Dorong Pola Sehat Lewat Reformulasi Pangan Nasional
Indonesia Dorong Pola Sehat Lewat Reformulasi Pangan Nasional

JAKARTA - Upaya menekan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) di Indonesia semakin mendesak di tengah perubahan gaya hidup modern yang mendorong masyarakat bergantung pada makanan cepat saji, produk siap saji, dan minuman manis. 

Berbagai pihak melihat bahwa perubahan pola makan tidak cukup hanya mengandalkan edukasi, tetapi harus dibarengi dengan kebijakan pangan yang kuat. Hal ini menjadi fokus utama dalam Food Policy Fellowship 2025 yang digelar oleh Pijar Foundation bersama Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan.

Forum yang menghadirkan perwakilan pemerintah, akademisi, industri, dan organisasi masyarakat sipil ini membahas tantangan sekaligus peluang dalam upaya pengendalian GGL serta reformulasi pangan.

 Selama dua hari diskusi, para peserta menyoroti bahwa gaya hidup masyarakat yang kian pragmatis perlu diimbangi dengan kebijakan yang mampu mendukung pilihan pangan yang lebih sehat tanpa menghilangkan preferensi rasa yang sudah melekat kuat.

Tantangan Konsumsi GGL di Era Makanan Praktis

Salah satu sorotan terbesar dalam forum tersebut adalah bagaimana pola konsumsi masyarakat Indonesia berubah signifikan seiring berkembangnya makanan instan, ready-to-eat products, dan minuman berpemanis. Lonjakan konsumsi produk tinggi GGL memperparah risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.

Para peserta melihat bahwa penyamaan persepsi mengenai definisi operasional dan turunan kebijakan dari PP 28/2024 menjadi sangat penting. Tanpa batas ambang GGL yang jelas, kategori produk prioritas yang terukur, serta standar implementasi yang konsisten, kebijakan pengendalian GGL akan sulit diterapkan secara merata. Regulasi yang kuat dinilai dapat menjadi fondasi agar masyarakat terbantu dalam beralih ke pola makan lebih sehat.

Isu penggunaan Non-Sugar Sweetener (NSS) atau pemanis non-gula juga menjadi perdebatan menarik. Perbedaan pandangan antar pemangku kepentingan menunjukkan bahwa Indonesia perlu harmonisasi standar dengan praktik internasional supaya inovasi pangan tidak bertabrakan dengan prinsip kehati-hatian. Konsumen kini semakin mencari alternatif gula, namun tetap membutuhkan produk yang aman dan sesuai standar global.

“Penurunan faktor risiko penyakit tidak menular menjadi agenda penting karena langsung mempengaruhi kualitas hidup, produktivitas, dan keunggulan manusia Indonesia. Kesehatan untuk semua adalah salah satu pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar dr. Anas Ma’ruf, Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan Kemenkes.

Kebutuhan Roadmap yang Relevan dengan Kebiasaan Konsumen

Selain membahas regulasi teknis, forum ini menekankan pentingnya roadmap implementasi GGL yang tidak hanya bersifat administratif, namun juga mempertimbangkan perilaku konsumsi masyarakat Indonesia. Sebab, perubahan gaya hidup tidak bisa terjadi secara instan.

Roadmap sangat diperlukan untuk menyusun langkah bertahap dan memberikan masa transisi bagi industri agar tidak kesulitan beradaptasi. Selain itu, perubahan bertahap mencegah konsumen merasa “dipaksa” mengubah rasa makanan yang sudah akrab di lidah mereka. Dengan begitu, perubahan konsumsi sehat dapat terjadi lebih alami dan berkelanjutan.

Kunci keberhasilan reformulasi pangan tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada kesiapan industri untuk menyesuaikan produk. Industri dinilai memerlukan insentif serta harmonisasi standar yang jelas, terutama terkait penggunaan NSS dan inovasi bahan baku.

Produk rendah gula atau rendah garam hanya dapat diterima masyarakat jika kualitas rasa tetap terjaga. Kombinasi regulasi, inovasi, dan edukasi publik menjadi fondasi agar konsumen dapat memilih makanan yang sehat tanpa merasa meninggalkan kenyamanan rasa.

Kolaborasi Kebijakan dan Inovasi Pangan untuk Masa Depan

Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi pilar utama dalam menata ulang ekosistem pangan. Reformulasi pangan bukan sekadar proses teknis, tetapi bagian dari transformasi besar menuju Indonesia yang lebih sehat dan produktif.

“Kebijakan pangan dan inovasi teknologi, seperti NSS, harus berjalan bersama dalam visi yang sama: Indonesia Maju. Kebijakan pangan dan inovasi teknologi harus human-centric, menempatkan manusia bukan sekadar objek regulasi melainkan tujuan dari pembangunan nasional,” ungkap Cazadira Fediva Tamzil, Direktur Eksekutif Pijar Foundation.

Dalam forum tersebut, peserta bersepakat bahwa perubahan gaya hidup sehat tidak mungkin dicapai tanpa membangun jembatan antara regulasi dan inovasi. Penyediaan insentif bagi industri, pemanfaatan bahan baku lokal, dan edukasi gizi menjadi bagian dari strategi menyeluruh.

Untuk mendukung ekosistem reformulasi, Indonesia dinilai perlu memperkuat kapasitas penelitian dan pengembangan, membangun pusat inovasi, serta memastikan rantai pasok pangan alternatif yang lebih sehat dapat diakses secara luas.

Rekomendasi Menuju Konsumsi Pangan yang Lebih Sehat

Food Policy Fellowship 2025 merumuskan rangkaian rekomendasi jangka pendek, menengah, dan panjang sebagai langkah strategis untuk menekan konsumsi GGL dan mempromosikan gaya hidup sehat.

Dalam jangka pendek, prioritas berada pada penguatan koordinasi lintas kementerian serta mempercepat penyusunan regulasi turunan PP 28/2024 agar seluruh definisi teknis jelas dan seragam.

Di jangka menengah, rekomendasi mencakup penyusunan National Roadmap pengendalian GGL, literasi gizi, edukasi publik tentang cara membaca label, hingga insentif bagi industri untuk mempercepat reformulasi produk.

Untuk jangka panjang, langkah yang dianggap krusial adalah membangun Centre of Excellence dalam reformulasi pangan, memperkuat rantai pasok bahan baku sehat, dan menghadirkan sistem monitoring yang adaptif dan selaras dengan standar internasional.

Pendekatan menyeluruh ini menegaskan bahwa perubahan konsumsi GGL tidak hanya menjadi tugas sektor kesehatan, melainkan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan. Dengan kombinasi regulasi yang kuat, inovasi teknologi, dan peningkatan kesadaran masyarakat, Indonesia diharapkan mampu menciptakan pola makan yang lebih sehat, berkelanjutan, dan selaras dengan visi Indonesia Emas 2045.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index