JAKARTA - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) menekankan pentingnya panas bumi sebagai fondasi utama transisi energi bersih di Asia, termasuk Indonesia.
Panas bumi tidak hanya mampu mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga menjawab 'trilema energi', yakni keterjangkauan, keandalan, dan keberlanjutan.
Indonesia memiliki cadangan panas bumi sekitar 24 gigawatt (GW), setara 40% dari total potensi global. Direktur Keuangan PGE, Yurizki Rio, menyampaikan bahwa transisi energi di Asia tidak hanya soal menambah kapasitas energi terbarukan, tetapi juga menjaga ketersediaan listrik dan daya saing industri.
Dengan karakter yang andal dan tersedia sepanjang waktu, panas bumi menjadi solusi ideal untuk mengurangi penggunaan batu bara tanpa mengorbankan stabilitas sistem energi.
Integrasi dan Pendanaan, Kunci Kesuksesan Proyek
Transisi energi memerlukan proyek berskala besar dan pendanaan masif, mulai dari pembangkit listrik hingga jaringan transmisi dan interkoneksi lintas batas.
Yurizki menekankan tantangan utama bukan pada ambisi, melainkan pada pembiayaan, karena satu sumur panas bumi bisa menelan biaya hingga US$ 5-6 juta. Risiko eksplorasi membuat banyak investor ragu, sehingga proyek yang bankable menjadi kunci untuk menarik modal internasional.
PGE menjaga disiplin finansial, memastikan proyek tetap bankable dan menjadi mitra kredibel bagi investor global. Kolaborasi strategis tidak hanya soal pendanaan, tetapi juga berbagi keahlian, membangun proyek bersama, dan menciptakan ekosistem energi bersih regional yang saling menguntungkan.
Pendekatan ini memungkinkan pengembangan panas bumi di Indonesia menjadi model transisi energi yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan.
Manfaat Ekonomi dan Lapangan Kerja dari Panas Bumi
Investasi panas bumi di Indonesia memiliki dampak ekonomi yang luas. Meskipun cadangan melimpah, baru sekitar 2,6 GW yang dimanfaatkan.
Setiap US$1 miliar investasi panas bumi mampu menciptakan lapangan kerja, menggerakkan industri pengeboran dan rekayasa, serta memberikan multiplier effect hingga 1,25 kali bagi ekonomi lokal.
Hilirisasi panas bumi juga membuka peluang diversifikasi produk, termasuk green hydrogen dan green ammonia. Proyek Pilot Project Green Hydrogen Ulubelu menjadi bukti nyata bahwa pengembangan energi terbarukan tidak hanya membersihkan jaringan listrik, tetapi juga memperkuat rantai pasok dan kapasitas teknologi lokal.
Dengan pendekatan ini, energi panas bumi menjadi motor pertumbuhan ekonomi sekaligus solusi iklim yang terintegrasi.
Transisi Energi Asia dan Peluang Global
Asia menghadapi lonjakan permintaan listrik yang terus meningkat. Energi fosil masih memegang peran utama sekitar 80% dari total kebutuhan energi, sementara investasi energi bersih harus dilipatgandakan menjadi US$190 miliar per tahun pada 2035 untuk memenuhi target iklim.
Panas bumi menjadi fondasi transisi energi yang stabil karena sumbernya lokal, andal, dan berkelanjutan. Pengembangan panas bumi memungkinkan negara-negara secara bertahap mengurangi ketergantungan pada batu bara, menjaga ketersediaan listrik, dan tetap kompetitif di pasar global.
Dengan strategi ini, Indonesia dapat memimpin transisi energi regional, sekaligus menarik investasi hijau dan membangun ekosistem energi bersih yang berkelanjutan di Asia.