JAKARTA - Narsisme sering disalahpahami hanya sebagai keinginan untuk dipuji atau tampil menonjol. Padahal, narsisme merupakan spektrum perilaku yang bisa muncul pada siapa saja. Tidak semua perilaku narsistik berarti seseorang menderita narcissistic personality disorder (NPD), kondisi psikologis serius yang memengaruhi cara berinteraksi, merespons kritik, dan membangun hubungan.
Menurut Health, perilaku narsistik biasanya muncul dari dorongan untuk mempertahankan citra diri sempurna. Individu dengan kecenderungan NPD kerap mencari kekaguman, merasa lebih unggul dari orang lain, dan sulit menunjukkan empati. Aleesha Grier, PsyD, psikolog berpengalaman dan anggota American Psychological Association, menekankan bahwa narsisme menjadi masalah ketika perilaku ini mengganggu hubungan dan memicu pola manipulatif.
Ciri-ciri Narsisme dalam Interaksi Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, narsisme bisa muncul lewat berbagai perilaku yang sering tidak disadari. Misalnya, keinginan kuat untuk selalu menjadi pusat perhatian, membesar-besarkan pencapaian, atau memberi nasihat tanpa diminta sebagai bentuk superioritas.
Salah satu ciri khas lain adalah rasa entitlement atau merasa berhak atas sesuatu tanpa usaha setimpal. Individu semacam ini mudah merasa terganggu ketika harus menunggu atau tidak mendapatkan perlakuan istimewa. Ambisi yang berlebihan dan perasaan superior juga membuat mereka sulit mengapresiasi keberhasilan orang lain.
Aleesha menambahkan, perilaku lain yang patut diwaspadai adalah kebiasaan memutarbalikkan kesalahan, memanipulasi situasi, dan menyimpan dendam. Semua ini berakar pada kebutuhan besar akan validasi (narcissistic supply). Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, muncul reaksi emosional yang intens atau kecenderungan merendahkan orang lain.
Sisi Positif dan Adaptif Narsisme
Meskipun sering dikaitkan dengan hal negatif, narsisme tidak selalu merugikan. Dalam bentuk ringan, sifat ini bisa menjadi kekuatan. Orang dengan kecenderungan narsistik kerap percaya diri, komunikatif, dan berani mengambil keputusan dalam situasi sulit.
Mereka juga bekerja keras untuk mempertahankan citra diri, sehingga tampak produktif dan visioner. Keinginan untuk sukses bisa mendorong mereka menetapkan standar tinggi dan berinovasi di tempat kerja.
Namun, Aleesha mengingatkan bahwa sisi positif ini hanya muncul bila sifat narsistik tetap dalam batas adaptif. Ketika obsesi akan kekaguman muncul, individu bisa mengabaikan risiko, memanipulasi orang lain, atau membuat keputusan impulsif demi menjaga ego. Pada titik ini, narsisme berubah dari perilaku adaptif menjadi masalah psikologis yang memengaruhi kehidupan pribadi maupun profesional.
Dampak Narsisme pada Hubungan Pribadi
Dalam konteks hubungan, orang dengan kecenderungan narsistik dapat menimbulkan stres emosional. Salah satu pola yang sering muncul adalah kompetisi dalam hubungan, di mana selalu ada pihak yang “menang” dan yang “kalah.”
Mereka juga cenderung merasa cemburu atau terancam ketika pasangan memberi perhatian kepada orang lain. Kurangnya komitmen di awal hubungan sering disamarkan dengan love bombing, yakni perhatian dan pujian yang intens, tetapi kemudian menarik diri sehingga pasangan merasa berjuang sendirian.
Aleesha menegaskan, hubungan dengan individu narsistik bisa membuat seseorang merasa serba salah, tidak cukup baik, atau dipinggirkan. Menyadari tanda-tanda ini sejak awal memungkinkan seseorang menetapkan batasan yang sehat dan menghindari hubungan yang tidak stabil secara emosional.
Kesadaran akan narsisme dan dampaknya penting untuk membangun hubungan yang sehat. Dengan memahami ciri-ciri perilaku narsistik, baik di lingkungan sosial maupun hubungan pribadi, seseorang dapat lebih bijak dalam menanggapi sikap orang lain, menetapkan batasan, dan menjaga kesejahteraan emosional.