JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui bahwa riset yang menyoroti isu kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) masih sangat terbatas. Dari total 1.600 judul penelitian yang didanai, hanya 25 yang fokus pada topik tersebut.
Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN, Raden Arthur Ario Lelono, menegaskan bahwa meskipun proses pendanaan tidak membedakan penyandang disabilitas, masih diperlukan langkah lebih sistematis untuk meningkatkan keterlibatan peneliti disabilitas serta riset yang berperspektif inklusif.
“Kami melihat peluang besar untuk memperluas riset GEDSI, namun saat ini jumlahnya masih sangat kecil dibanding kebutuhan nasional,” ujarnya.
Minimnya riset ini menjadi perhatian serius karena keberadaan penelitian berbasis inklusi sosial sangat penting untuk menghasilkan kebijakan dan inovasi yang memperkuat kesejahteraan kelompok rentan.
Riset yang terbatas menyebabkan data, rekomendasi, dan intervensi yang ada belum sepenuhnya mewakili kebutuhan semua lapisan masyarakat.
Kolaborasi Co-Funding dengan KONEKSI
Sebagai langkah strategis, BRIN mendorong kolaborasi pendanaan (co-funding) dengan KONEKSI, organisasi yang fokus pada pemberdayaan penyandang disabilitas dan kelompok rentan.
Menurut Arthur, pendekatan KONEKSI cukup komprehensif dalam melibatkan penyandang disabilitas, sehingga kolaborasi ini diharapkan membuka peluang riset lebih besar dan inklusif.
“Kami terdorong menginisiasi kolaborasi pendanaan dengan KONEKSI untuk memberikan kesempatan riset yang lebih luas dengan skema GEDSI,” kata Arthur dalam acara Knowledge and Innovation Exchange (KIE) di Yogyakarta.
Kolaborasi ini memungkinkan riset yang mengangkat isu inklusi sosial, gender, dan disabilitas dapat dilakukan secara lebih sistematis, serta menghasilkan data yang lebih relevan bagi kebijakan dan praktik lapangan.
Co-funding ini juga memberikan insentif bagi peneliti disabilitas untuk terlibat penuh, sehingga partisipasi mereka tidak hanya sebagai subjek penelitian, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam proses perencanaan, pengumpulan data, hingga analisis.
Dengan begitu, hasil penelitian diharapkan tidak sekadar temuan akademik, tetapi dapat memicu perubahan nyata bagi kelompok rentan.
Tantangan Peneliti Disabilitas dalam Riset
Diskusi KIE menyoroti pengalaman nyata peneliti disabilitas yang menghadapi beragam tantangan. Mereka menyampaikan pentingnya aksesibilitas, kesetaraan partisipasi, dan relasi yang dibangun dengan responden agar riset dapat berjalan efektif.
Keempat prinsip riset inklusif rekognisi, partisipasi, akomodasi, dan redistribusi dianggap krusial untuk memastikan penelitian memberikan manfaat nyata bagi kelompok sasaran.
Rekognisi menekankan pengakuan terhadap keberadaan peneliti disabilitas dan kemampuan mereka sebagai kontributor utama.
Partisipasi memastikan keterlibatan penuh dalam setiap tahapan penelitian, sedangkan akomodasi mengacu pada penyediaan fasilitas, teknologi, dan metode yang mendukung kerja peneliti dengan kebutuhan khusus.
Redistribusi, di sisi lain, menekankan bahwa hasil penelitian harus dikembalikan kepada masyarakat, terutama kelompok rentan yang menjadi fokus studi.
Para peneliti menegaskan bahwa jika prinsip-prinsip ini diabaikan, riset hanya akan menghasilkan data statis tanpa dampak signifikan pada kualitas hidup kelompok yang diteliti. Penerapan prinsip riset inklusif secara konsisten diharapkan mendorong terciptanya inovasi berbasis kebutuhan nyata dan kebijakan yang lebih adil.
Mendorong Riset Inklusif sebagai Prioritas Nasional
BRIN melihat peluang besar untuk menjadikan riset inklusif sebagai salah satu prioritas nasional.
Kolaborasi dengan KONEKSI merupakan langkah awal, namun langkah lanjutan juga diperlukan, seperti penyediaan pelatihan bagi peneliti disabilitas, insentif penelitian berbasis GEDSI, dan pembangunan ekosistem riset yang inklusif di seluruh perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
Arthur menekankan bahwa penguatan riset GEDSI bukan hanya tanggung jawab akademisi, tetapi juga pemangku kebijakan dan lembaga pendanaan.
Dengan dukungan yang tepat, peneliti disabilitas dapat menghasilkan penelitian berkualitas tinggi yang relevan, sementara penelitian berbasis inklusi sosial dapat memperkuat strategi pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan.
Melalui kolaborasi co-funding, BRIN dan KONEKSI berharap riset GEDSI dapat meningkat signifikan, membuka peluang inovasi sosial, dan memperluas pemahaman masyarakat serta pemerintah tentang kebutuhan kelompok rentan.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa penelitian inklusif bukan sekadar tren akademik, tetapi merupakan langkah strategis untuk memastikan pembangunan nasional inklusif dan berkelanjutan.