Belanja Online

Belanja Online Tidak Selalu Kena Pajak, Ini Daftar Toko dan Barang yang Dikecualikan

Belanja Online Tidak Selalu Kena Pajak, Ini Daftar Toko dan Barang yang Dikecualikan
Belanja Online Tidak Selalu Kena Pajak, Ini Daftar Toko dan Barang yang Dikecualikan

JAKARTA - Perkembangan ekonomi digital membawa banyak kemudahan bagi pelaku usaha online, namun sekaligus menuntut kepatuhan pajak yang lebih jelas.

Pemerintah resmi menerapkan mekanisme pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk pedagang yang bertransaksi melalui marketplace atau platform digital.

Dengan sistem baru ini, pemungutan pajak menjadi otomatis dan lebih efisien karena dilakukan langsung oleh marketplace, tanpa memerlukan laporan manual dari pedagang. 

Namun, kebijakan ini juga memberikan ruang bagi kategori pedagang tertentu dan jenis transaksi tertentu untuk dikecualikan dari pemungutan, sehingga tidak semua pelaku usaha online terbebani pajak secara otomatis.

Mekanisme Pajak PPh Pasal 22 di Marketplace

PPh Pasal 22 bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian dari sistem sebelumnya. Marketplace berperan sebagai pihak pemungut, menggantikan mekanisme pelaporan sukarela yang selama ini diterapkan. 

Dengan skema ini, pajak yang dipotong secara otomatis oleh marketplace dapat langsung menjadi kredit pajak yang diperhitungkan dalam SPT Tahunan. Bagi pedagang yang memenuhi ketentuan, PPh Pasal 22 bahkan bersifat final sehingga administrasi menjadi lebih ringan. 

Sistem ini diharapkan meningkatkan kepatuhan pajak secara proporsional, memperluas pengawasan aktivitas ekonomi digital, serta menutup celah shadow economy yang selama ini berkembang. 

Pendekatan ini juga menyamakan kondisi antara pelaku usaha digital dan konvensional dari sisi kewajiban perpajakan, sehingga tercipta keadilan fiskal.

Selain itu, mekanisme pemungutan otomatis memungkinkan pemerintah memastikan kontribusi pajak sesuai kapasitas usaha masing-masing pedagang. 

Marketplace bertindak sebagai perantara yang menegakkan ketentuan, termasuk bagi pedagang yang sebelumnya enggan melapor karena proses administrasi dianggap rumit. Dengan demikian, inovasi sistem ini tidak hanya mempermudah pelaku usaha, tetapi juga memperkuat basis pajak nasional dan transparansi transaksi digital.

Pedagang Online yang Tidak Kena PPh Pasal 22

Tidak semua pedagang online dikenai PPh Pasal 22. Ada beberapa kriteria pengecualian bagi pedagang individu, yaitu omzet di bawah Rp500 juta per tahun dan kepemilikan Surat Keterangan Bebas (SKB). Untuk memperoleh SKB, pedagang cukup mengirimkan surat pernyataan kepada marketplace sesuai mekanisme yang ditetapkan. 

Pedagang yang memenuhi syarat ini tidak akan dikenai pemotongan PPh Pasal 22, sehingga mereka tetap bisa menjalankan usaha tanpa terbebani administrasi tambahan.

Selain pedagang dengan omzet rendah, beberapa jenis transaksi juga dikecualikan dari pemungutan pajak melalui marketplace. 

Transaksi yang termasuk dalam pengecualian antara lain penjualan pulsa dan kartu perdana, penjualan emas atau perhiasan, pengalihan tanah dan bangunan, jasa angkutan oleh mitra ojek online, serta jasa pengiriman atau ekspedisi oleh orang pribadi. 

Daftar pengecualian ini dipilih karena dianggap tidak relevan untuk dipotong PPh Pasal 22 secara otomatis melalui sistem digital, sehingga fokus penerapan pajak lebih tepat sasaran.

Dengan adanya pengecualian, kebijakan ini memberi keseimbangan antara kepatuhan pajak dan keberlangsungan usaha, terutama bagi UMKM dan pedagang individu.

Pedagang yang sebelumnya khawatir soal administrasi kini dapat tetap memanfaatkan sistem marketplace untuk berjualan, sementara kepatuhan pajak tetap terjaga. Hal ini sekaligus memberikan kepastian hukum dan meminimalkan risiko salah pemotongan pajak.

Tujuan Regulasi dan Manfaat Bagi Pedagang

Penerapan PPh Pasal 22 melalui marketplace diharapkan memberikan sejumlah manfaat bagi pedagang online dan pemerintah. Pertama, meningkatkan kepatuhan pajak secara proporsional sesuai kapasitas usaha. 

Kedua, memperluas pengawasan aktivitas ekonomi digital sehingga transaksi lebih transparan. Ketiga, menutup celah shadow economy yang selama ini berkembang, terutama di sektor online. 

Keempat, menyamakan perlakuan antara pelaku usaha digital dan konvensional dari sisi kewajiban perpajakan, sehingga tercipta ekosistem usaha yang lebih adil.

Regulasi ini juga mengurangi beban administrasi bagi pedagang, karena proses pemungutan dilakukan otomatis oleh marketplace. 

Pajak yang telah dipotong bisa langsung dicatat sebagai kredit pajak dalam SPT Tahunan. Bagi pedagang yang memenuhi syarat, PPh Pasal 22 bersifat final, sehingga mereka tidak perlu melakukan perhitungan manual yang memakan waktu. 

Dengan demikian, sistem ini menjadi win-win solution: pemerintah mendapatkan kepatuhan pajak yang lebih baik, sementara pedagang tetap fokus pada operasional usaha tanpa terbebani administrasi rumit.

Dampak Sistem Otomatis terhadap Ekonomi Digital

Dengan keterlibatan marketplace sebagai pihak pemungut, kontribusi perpajakan pedagang online kini lebih terukur dan sesuai dengan kapasitas usaha masing-masing.

Sistem ini juga memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha digital, meningkatkan transparansi transaksi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang lebih sehat. 

Selain itu, penerapan skema otomatis ini diharapkan dapat memacu inovasi, karena pedagang dapat lebih fokus pada pengembangan usaha, sementara pemerintah tetap mendapatkan pengawasan pajak yang efektif.

Kebijakan ini menandai langkah strategis dalam mengelola ekonomi digital, memperkuat basis pajak, dan memastikan keadilan fiskal bagi seluruh pelaku usaha. 

Dengan pemahaman yang jelas mengenai siapa yang dikecualikan dan bagaimana mekanisme pemungutan bekerja, pedagang online kini dapat menjalankan bisnis dengan lebih percaya diri, sementara pemerintah memastikan sistem perpajakan berjalan adil dan transparan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index