JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan menunggu penerbitan aturan turunan dari KUHAP yang baru.
Menurutnya, keberadaan aturan turunan ini menjadi syarat penting agar implementasi KUHAP bisa berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Supratman menyebutkan ada belasan peraturan turunan atau Peraturan Pemerintah (PP) yang perlu diterbitkan terkait pelaksanaan KUHAP. Namun, dari keseluruhan aturan itu, terdapat tiga PP yang mutlak harus segera diselesaikan untuk mengejar pemberlakuan pada tanggal yang telah ditetapkan.
“Karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada tiga PP yang mutlak harus diselesaikan,” ujar Supratman. Pernyataan ini menegaskan urgensi penyusunan peraturan turunan agar pembahasan RUU Perampasan Aset dapat dilanjutkan tanpa hambatan.
Penyesuaian Pidana Jadi Sorotan
Selain aturan turunan KUHAP, Menkum juga menyoroti Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang dinilai mendesak untuk segera disahkan. Ia berharap undang-undang ini bisa disahkan di akhir masa persidangan, sehingga kebijakan pidana dapat menyesuaikan kebutuhan hukum nasional saat ini.
“Mudah-mudahan di akhir masa persidangan, undang-undang penyesuaian pidana itu sudah bisa diketok juga,” kata Supratman. Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperkuat sistem hukum dan memastikan setiap aturan terkait pidana dapat berjalan efektif.
Kebutuhan pengesahan undang-undang ini juga diharapkan dapat mendukung RUU Perampasan Aset agar memiliki landasan hukum yang kokoh, sehingga pelaksanaan perampasan aset dapat dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur hukum.
RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan agar RUU Perampasan Aset dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas pada tahun mendatang.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU ini diusulkan sebagai inisiatif DPR, berbeda dengan status sebelumnya yang merupakan usulan pemerintah.
“Jadi perampasan aset tidak ada lagi perdebatan di pemerintah atau apa, tapi di DPR. Dan itu masuk ke 2025,” kata Bob Hasan saat membuka rapat evaluasi Prolegnas DPR RI dengan pemerintah. Langkah ini menunjukkan keseriusan DPR untuk menempatkan RUU Perampasan Aset sebagai agenda prioritas legislasi nasional.
Pengusulan ini juga menekankan pentingnya koordinasi antara pemerintah dan DPR agar RUU dapat dibahas dengan cepat dan efisien. Dengan demikian, RUU Perampasan Aset dapat segera memiliki payung hukum yang jelas dan dapat diterapkan secara efektif di lapangan.
Sinergi Pemerintah dan DPR Untuk Hukum yang Kuat
Keseluruhan langkah ini menegaskan upaya sinergis antara pemerintah dan DPR untuk memperkuat sistem hukum nasional. Dengan menunggu aturan turunan KUHAP dan menyelaraskan Prolegnas Prioritas, pembahasan RUU Perampasan Aset diharapkan dapat berjalan lebih sistematis dan efektif.
Selain itu, pembahasan RUU ini juga menjadi momentum penting bagi DPR dan pemerintah untuk memastikan perlindungan hukum bagi masyarakat tetap terjaga, sambil meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap aset-aset yang menjadi objek perampasan.
Kedua pihak menegaskan bahwa kerjasama dan koordinasi yang baik menjadi kunci dalam mewujudkan RUU yang komprehensif dan implementatif.
Dengan adanya aturan turunan yang jelas, penyesuaian pidana yang tepat, dan Prolegnas Prioritas yang mendukung, RUU Perampasan Aset diyakini akan menjadi langkah nyata dalam memperkuat tata kelola hukum nasional.