COP 30

RI Tegaskan Pentingnya Penyelesaian GST di COP 30 untuk Menangani Krisis Iklim

RI Tegaskan Pentingnya Penyelesaian GST di COP 30 untuk Menangani Krisis Iklim
RI Tegaskan Pentingnya Penyelesaian GST di COP 30 untuk Menangani Krisis Iklim

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menegaskan perlunya kerja sama internasional dalam menyelesaikan Global Stocktake (GST) sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim. 

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menekankan bahwa GST menjadi landasan penting untuk menilai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan setiap negara dan mekanisme kompensasinya.

Menurut Hanif, transparansi dalam hasil GST akan memberikan gambaran jelas tentang posisi masing-masing negara, sekaligus menjadi acuan dalam merancang langkah strategis selanjutnya. 

Upaya ini dianggap penting karena masih terdapat kesenjangan signifikan antara target kolektif global dan implementasi nyata dalam menurunkan emisi.

“Hampir 10 tahun setelah Perjanjian Paris, kesenjangan antara ambisi kolektif kita dan kemajuan nyata masih sangat besar. Kesenjangan ini kini harus menjadi target aksi bersama,” ujar Hanif. Penekanan ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mendorong negara-negara lain agar bertindak nyata dalam mencapai target iklim global.

Pentingnya Energi Terbarukan dalam Aksi Iklim

Menteri Hanif menyoroti peran strategis energi terbarukan untuk menutup kesenjangan emisi global. Ia menekankan bahwa peningkatan skala implementasi energi terbarukan di setiap negara dapat menjadi salah satu jawaban terkuat dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

“Dunia sangat perlu mengukur potensi penuh energi terbarukan di setiap negara, beserta kebutuhan teknologi dan pendanaan yang dibutuhkan untuk mewujudkannya,” kata Hanif. 

Langkah ini dinilai krusial agar negara-negara, khususnya yang berkembang, mampu melakukan transformasi energi secara efektif tanpa terbebani biaya yang terlalu tinggi.

Hanif menegaskan bahwa meskipun energi terbarukan menawarkan solusi signifikan, biaya implementasinya masih menjadi kendala bagi banyak negara. Oleh karena itu, dukungan teknologi dan pendanaan yang terjangkau menjadi faktor penentu keberhasilan transisi energi global sesuai Perjanjian Paris.

Tantangan Biaya Transformasi Energi

Salah satu hambatan utama dalam implementasi energi terbarukan adalah tingginya biaya transformasi dari energi fosil. Menteri Hanif menekankan bahwa tantangan finansial ini memerlukan perhatian serius dari komunitas internasional.

“Selama ini kita merasa bahwa untuk mentransformasi energi dari energi fosil kepada renewable energy biayanya sangat mahal. Ini yang menjadi kendala kita semua dalam mencapai tujuan Perjanjian Paris,” kata Hanif. 

Pernyataan ini menegaskan perlunya kerja sama global dalam menyediakan teknologi dan sumber daya finansial agar target emisi bisa tercapai secara realistis.

Selain itu, Hanif juga menekankan perlunya pemetaan kebutuhan teknologi dan pendanaan di masing-masing negara. Dengan pemahaman yang jelas tentang potensi dan tantangan energi terbarukan, upaya global dapat dilakukan secara terukur dan lebih efektif.

Komitmen Indonesia dalam COP30

Dalam rangka COP30, Indonesia menegaskan komitmennya untuk mendorong aksi nyata dalam mitigasi perubahan iklim. Penekanan pada GST dan energi terbarukan menjadi strategi utama yang disampaikan dalam forum internasional.

Hanif menekankan bahwa koordinasi antara negara maju dan berkembang sangat penting agar target Perjanjian Paris dapat dicapai. Implementasi teknologi yang terjangkau dan dukungan pendanaan global menjadi kunci agar setiap negara dapat berkontribusi secara optimal dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

Upaya ini sekaligus menunjukkan posisi Indonesia sebagai negara yang aktif mendorong kerja sama global dalam menghadapi krisis iklim. Dengan menyelesaikan GST dan mengoptimalkan energi terbarukan, Indonesia berharap dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam mewujudkan aksi iklim yang nyata dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index