JAKARTA - TNI tengah melakukan seleksi prajurit untuk dikirim sebagai pasukan perdamaian ke Gaza.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayor Jenderal TNI (Mar) Freddy Ardianzah, menyatakan proses seleksi berlangsung di masing-masing matra TNI. Seleksi ini mencakup beragam tahapan, termasuk pengalaman prajurit dalam misi kemanusiaan di dalam maupun luar negeri.
“Untuk proses seleksi masih di tingkat matra masing-masing berupa perencanaan, sambil menunggu mandat final Dewan Keamanan PBB dan keputusan politik Pemerintah,” jelas Freddy.
Setelah seleksi di setiap matra selesai, daftar nama prajurit yang siap diterjunkan akan diterima oleh Mabes TNI. Hingga kini, proses baru sebatas pendataan kesiapan satuan sesuai Protap Operasi Luar Negeri.
Selain personel, TNI menyiapkan peralatan kesehatan dan konstruksi untuk mendukung operasi di Gaza. Fasilitas seperti rumah sakit lapangan, ambulans, peralatan medis darurat, perlengkapan air bersih, sanitasi, serta kemampuan konstruksi Zeni akan digunakan untuk membantu warga korban konflik dan membangun fasilitas umum.
Personel Berpengalaman dan Persiapan Teknis
Sekitar 20.000 personel TNI yang dipersiapkan telah memiliki pengalaman menjalankan misi perdamaian.
Mereka akan menjalani pelatihan tambahan untuk memantapkan kesiapan sebelum dikirim. Kesiapan ini menekankan pentingnya profesionalisme pasukan dalam menjalankan tugas kemanusiaan di tengah situasi konflik yang kompleks.
Freddy menekankan bahwa peralatan konstruksi yang dibawa pasukan Zeni termasuk alat berat dan sarana rekonstruksi, akan digunakan untuk membangun fasilitas publik yang rusak akibat konflik.
Sementara peralatan medis akan mendukung layanan kesehatan darurat bagi warga sipil. Langkah ini menunjukkan pendekatan TNI yang memadukan kemampuan militer dan kemanusiaan.
Selain itu, manajemen logistik dan mitigasi risiko menjadi fokus utama. Direktur Jenderal Prasarana Strategis Kementerian PU menyampaikan bahwa pengadaan material harus tepat waktu, tepat mutu, dan tepat manfaat untuk memastikan pelaksanaan misi berjalan efektif dan sesuai jadwal.
Dukungan Indonesia terhadap Resolusi PBB
Pemerintah Indonesia menyambut pengadopsian Resolusi Dewan Keamanan PBB 2803, yang mendukung rencana perdamaian Jalur Gaza.
Resolusi ini menekankan pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) dan Dewan Perdamaian atau Board of Peace (BoP) sebagai pemerintahan transisi di Gaza. BoP bertugas mengoordinasikan rekonstruksi dan mengawasi pengiriman pasukan.
Kemenlu menegaskan bahwa Indonesia menekankan keterlibatan Otoritas Palestina dalam proses perdamaian serta mandat PBB yang jelas terhadap pasukan stabilisasi.
“Indonesia menyerukan kepada seluruh pihak dan masyarakat internasional untuk mendukung proses perdamaian ini demi kemanusiaan, untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan, dan menciptakan perdamaian yang langgeng di Timur Tengah,” kata Kemenlu.
Resolusi DK PBB 2803 diadopsi dengan dukungan 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan, sementara dua negara memilih abstain.
Resolusi ini mengakui kesepakatan gencatan senjata awal dan pembentukan mekanisme transisi di Gaza, meski Hamas menolak pembentukan ISF dan menilai resolusi tersebut berpihak pada kepentingan Israel.
Kewaspadaan dan Komitmen Indonesia
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri, Prof Sudarnoto Abdul Hakim, mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terkait pengiriman pasukan stabilisasi. Ia menyoroti skema pelucutan senjata Hamas sebagai langkah yang berpotensi menjerumuskan Indonesia dalam agenda politik pihak lain.
Prof Sudarnoto menegaskan bahwa komitmen Indonesia terhadap Palestina harus tetap konsisten. “Indonesia harus tetap berkomitmen untuk membela Palestina demi keadilan dan perdamaian dunia,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya membaca resolusi DK PBB secara kritis karena penolakan Hamas menunjukkan situasi di lapangan sangat sensitif.
Ia menambahkan bahwa kewaspadaan juga diperlukan bagi negara lain yang berpotensi terlibat, termasuk Mesir, untuk memastikan operasi stabilisasi tidak merugikan Palestina.
Prof Sudarnoto menekankan bahwa niat baik Indonesia dalam pengiriman pasukan harus disertai strategi cermat agar tujuan kemanusiaan tercapai tanpa menimbulkan ketegangan baru.