Logistik

Penguatan Jaringan Kereta Nasional untuk Efisiensi Logistik Indonesia

Penguatan Jaringan Kereta Nasional untuk Efisiensi Logistik Indonesia
Penguatan Jaringan Kereta Nasional untuk Efisiensi Logistik Indonesia

JAKARTA - Upaya menguatkan jaringan kereta api nasional semakin dipertegas lewat rencana pengembangan operasi PT Kereta Api Indonesia (KAI) di luar Pulau Jawa mulai 2026. 

Langkah tersebut tidak hanya menjadi kebijakan ekspansi, tetapi juga bagian dari visi pemerintah untuk menghadirkan konektivitas merata hingga ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, menerangkan bahwa arahan ini datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan percepatan pembangunan jaringan kereta di berbagai wilayah.

“Mau tidak mau kami harus mulai ekspansi itu di tahun 2026 dan tentunya Pak Presiden maunya dilaksanakan dan selesai dalam periode pertama beliau,” ujar Bobby.

Instruksi serupa sebelumnya telah disampaikan saat peresmian Stasiun Tanah Abang, ketika Presiden meminta penambahan 30 titik perpanjangan rel dan rangkaian kereta baru dalam waktu satu tahun.

Prabowo juga menekankan pentingnya jalur kereta di luar Jawa untuk mempercepat distribusi barang hasil bumi seperti kelapa sawit, karet, kopi, timah, dan nikel.

Kehadiran rombongan pejabat Indonesia di Beijing menjadi bagian dari upaya memperluas kerja sama transportasi. 

Mereka bertemu Menteri Transportasi Tiongkok serta beberapa pemangku kepentingan industri perkeretaapian di berbagai kota. Bobby menjelaskan bahwa pembahasan pendanaan proyek ekspansi, terutama di kawasan green field seperti Kalimantan, menjadi salah satu topik utama.

Dalam konteks tersebut, green field berarti pembangunan baru sepenuhnya, mulai dari jalur hingga sistem persinyalan dan elektrifikasi. Tantangannya besar karena infrastruktur harus dibangun dari nol, membutuhkan biaya signifikan dan koordinasi dengan banyak sektor.

Pemerintah telah memasukkan pembangunan kereta di Kalimantan dalam daftar Proyek Strategis Nasional, termasuk pengembangan infrastruktur kereta logistik di Kalimantan Timur.

Pembiayaan dan Prioritas Kebutuhan Kereta Logistik

Dalam rencana ekspansi layanan, KAI bertindak sebagai operator sehingga prasarana dasar tetap memerlukan dukungan pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

Peneliti INSTRAN, Deddy Herlambang, menilai perluasan jalur kereta di luar Jawa tepat sasaran karena wilayah tersebut lebih dominan pada komoditas dibanding penumpang.

“Di Jawa sendiri penduduk ada 60 persen, jadi memang luar Jawa lebih tepat untuk angkutan logistik, seperti hasil tambang, pertanian, industri, dan perkebunan,” ujarnya.

Deddy menambahkan bahwa kebutuhan mendesak berada di Sumatera dan Kalimantan, sementara kota-kota besar seperti Medan, Palembang, Denpasar, dan Makassar juga membutuhkan pembangunan kereta perkotaan yang lebih masif.

Meski demikian, hambatan pembiayaan tetap menjadi tantangan utama. Ia menyebut skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dapat menjadi solusi, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memiliki keterbatasan. 

KPBU memungkinkan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan investasi badan usaha sambil membagi risiko secara proporsional.

Kereta barang yang telah beroperasi sebagai contoh kerja sama yang efektif adalah Babaranjang, kereta batu bara rangkaian panjang hasil kolaborasi Bukit Asam dan PT KAI. Kereta ini mengangkut batu bara dari Sumatera Selatan dan menjadi salah satu moda angkut paling potensial.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai Babaranjang sangat optimal dalam pemanfaatannya. “PT KAI juga membantu membangun double track, tapi baru parsial, perlu total. Dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas angkutan karena itu potensialnya cukup tinggi, itu yang cukup besar pendapatannya dari angkutan,” katanya.

Dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tercantum proyeksi perjalanan barang pada 2030 mencapai 995,5 juta ton per tahun, dengan dominasi Pulau Jawa–Bali dan Sumatera.

Tantangan Logistik Nasional dan Dampaknya bagi Industri

Indonesia masih menghadapi biaya logistik yang relatif tinggi dibandingkan banyak negara lain. Dalam Indeks Kinerja Logistik, skor nasional berada pada posisi yang belum ideal dan menurun dibanding periode sebelumnya. Dibanding negara-negara Asia lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam efisiensi logistik.

Dengan adanya rencana pengembangan layanan kereta barang ke luar Pulau Jawa, Djoko dari MTI Pusat yakin kebijakan itu dapat menurunkan ongkos logistik jika diimplementasikan secara konsisten. 

Kereta api Sancaka Utara yang beroperasi dari Surabaya menjadi contoh bahwa peningkatan layanan angkutan antardaerah dapat mendukung pergerakan barang.

Namun, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, mengingatkan bahwa proyeksi dampaknya tetap harus dihitung melalui studi kelayakan. Menurutnya, penyebab biaya logistik tinggi tidak hanya karena jarak transportasi, tetapi juga kemacetan di jalur darat.

Selain kemacetan, struktur geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membuat proses distribusi membutuhkan perpindahan moda dan aktivitas bongkar muat yang menambah biaya.

Esther juga menyebut bahwa pasar logistik di Indonesia masih didominasi sedikit pemain, sehingga tarif relatif mahal.

Ia mencontohkan distribusi barang antarwilayah Kalimantan yang terkadang harus melalui Jakarta terlebih dahulu karena pusat hub ada di ibu kota. Hal ini menunjukkan bahwa konektivitas antardaerah belum efisien.

Pemerintah menargetkan dalam empat tahun ke depan biaya logistik nasional dapat turun menjadi 12 persen dari Produk Domestik Bruto, mendekati standar global.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa biaya logistik saat ini berada pada angka 14,29 persen dan diharapkan terus turun hingga mencapai 8 persen pada 2045.

Harapan Transformasi Transportasi dan Peningkatan Daya Saing

Rencana ekspansi layanan kereta ke luar Jawa membuka peluang besar untuk memperbaiki rantai logistik nasional. Dengan dukungan pendanaan, pembangunan green field, dan penguatan jalur angkutan komoditas, pemerintah berharap efisiensi distribusi barang semakin meningkat.

Berbagai pandangan dari ahli transportasi, peneliti ekonomi, dan pemangku kepentingan menunjukkan bahwa percepatan pembangunan kereta dapat memberikan dampak signifikan bagi daya saing Indonesia. 

Kebijakan ini juga menjadi bagian penting dari target jangka panjang untuk menekan biaya logistik dan memperkuat peran kereta api sebagai tulang punggung mobilitas barang di wilayah-wilayah strategis.

Transformasi ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta meningkatkan konektivitas yang inklusif bagi seluruh daerah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index