JAKARTA - Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan empat aturan turunan untuk memperkuat tata kelola perdagangan karbon di Indonesia.
Langkah ini dilakukan setelah diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon, yang menegaskan peran penting sektor kehutanan sebagai penyedia kredit karbon berintegritas tinggi.
Regulasi turunan mencakup revisi beberapa peraturan menteri, mulai dari tata cara perdagangan karbon di sektor kehutanan hingga pengelolaan Perhutanan Sosial. Selain itu, kementerian juga menyiapkan peraturan baru mengenai pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Wakil Menteri Kehutanan menekankan bahwa tujuan dari regulasi ini adalah memastikan pasar karbon tidak hanya mendukung pencapaian target iklim nasional, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat yang menjaga dan mengelola hutan berhak memperoleh pendapatan dari upaya pelestarian mereka. Upaya ini menjadi tonggak penting bagi penguatan ekonomi hijau sekaligus menjaga keberlanjutan hutan Indonesia.
Selain itu, kementerian juga memanfaatkan pendekatan Multi Usaha Kehutanan (MUK), yang memungkinkan pemegang izin mengembangkan usaha nonkayu seperti madu, rotan, resin, tanaman obat, hingga jasa lingkungan berbasis karbon.
Inisiatif ini diproyeksikan dapat menciptakan lebih dari 240.000 lapangan kerja hijau, sekaligus memperkuat ekonomi lokal di kawasan hutan. Dengan penguatan regulasi dan diversifikasi usaha, pemerintah berharap sektor kehutanan menjadi model integrasi ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan.
Peran Perpres Nilai Ekonomi Karbon
Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi dasar hukum yang memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global. Perpres ini memastikan bahwa nilai ekonomi karbon dari pengelolaan hutan dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Program perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan kritis menjadi salah satu mekanisme yang memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat yang terlibat aktif dalam pelestarian hutan.
Selain itu, penerapan Perpres ini mendorong keterlibatan sektor swasta dalam pasar karbon nasional. Melalui berbagai kemitraan, perusahaan dapat berpartisipasi dalam desain dan implementasi mekanisme perdagangan karbon.
Pendekatan ini diharapkan memperkuat integritas pasar dan menciptakan peluang investasi berkelanjutan di sektor kehutanan. Dengan demikian, tujuan lingkungan dan ekonomi dapat berjalan beriringan tanpa mengorbankan salah satu pihak.
Pemerintah juga menekankan bahwa manfaat pasar karbon tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga strategis untuk pengendalian perubahan iklim. Dengan pemanfaatan kredit karbon yang sah dan terukur, Indonesia dapat memainkan peran signifikan dalam upaya global mengurangi emisi gas rumah kaca.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen nasional untuk mencapai target iklim sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis keberlanjutan.
Kerja Sama Global dan Kapasitas Nasional
Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan International Emission Trading Association (IETA) untuk meningkatkan kapasitas dan memperluas partisipasi dalam pasar karbon global.
Kemitraan ini memungkinkan pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik, sekaligus membuka peluang bagi sektor swasta untuk ikut berperan dalam pengelolaan pasar karbon.
Selain itu, kerja sama ini memperkuat tata kelola nasional dan menyiapkan infrastruktur kebijakan yang lebih matang. Dengan adanya panduan global, Indonesia dapat menerapkan sistem perdagangan karbon yang transparan, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pendekatan ini tidak hanya memaksimalkan potensi ekonomi dari karbon, tetapi juga memberikan insentif bagi masyarakat untuk menjaga hutan dan ekosistemnya.
Upaya ini juga membuka peluang bagi inovasi lokal dalam pengelolaan hutan. Pemanfaatan jasa lingkungan dan diversifikasi usaha kehutanan dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, pasar karbon di Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu pilar ekonomi hijau nasional yang kuat.
Sinergi Ekonomi, Lingkungan, dan Ketahanan Pangan
Langkah pemerintah dalam memperkuat pasar karbon selaras dengan visi nasional yang menekankan integrasi ekonomi, lingkungan, dan ketahanan pangan.
Pendekatan ini mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memodernisasi tata kelola kehutanan, mereformasi kelembagaan, serta menyelaraskan kemajuan ekonomi dengan perlindungan lingkungan.
Dengan adanya kebijakan perdagangan karbon yang jelas, masyarakat yang menjaga hutan dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan konservasi, sekaligus mendukung stabilitas ekosistem.
Hal ini mendorong terciptanya ekonomi lokal yang berkelanjutan dan lapangan kerja hijau, yang menjadi fondasi bagi pembangunan berwawasan lingkungan.
Selain itu, diversifikasi usaha kehutanan nonkayu membuka peluang ekonomi baru, mulai dari produksi madu, rotan, tanaman obat, hingga jasa lingkungan berbasis karbon.
Kombinasi antara regulasi yang kuat, kemitraan global, dan strategi pembangunan hijau ini diharapkan menjadikan sektor kehutanan Indonesia sebagai model integrasi ekonomi dan lingkungan, yang mampu mendorong kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan alam.