JAKARTA - Kebijakan sektor energi kembali menjadi sorotan setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengumumkan rencana peningkatan porsi Domestic Market Obligation (DMO) batu bara.
Langkah ini diambil untuk memastikan pasokan energi dalam negeri tetap stabil sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional di tengah fluktuasi pasar global.
Bahlil menuturkan bahwa ke depan, pemerintah akan memperketat kewajiban penyaluran batu bara ke pasar domestik.
“DMO harus clear. Bahkan ke depan kita ada merevisi RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), DMO-nya mungkin bukan 25 persen, bisa lebih dari itu,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen.
Kebijakan mengenai DMO batu bara sebelumnya telah diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 mengenai Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.
Aturan tersebut mewajibkan perusahaan tambang untuk menyalurkan minimal 25 persen dari total produksi batu bara tahunan untuk kebutuhan domestik. Ketentuan ini berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), serta perusahaan yang telah memasuki tahap operasi produksi.
Sebagian dari realisasi penjualan itu digunakan untuk penyediaan tenaga listrik nasional, bahan bakar industri, serta pasokan energi strategis lainnya.
Pemerintah juga mempertahankan Domestic Price Obligation (DPO) bagi PT PLN (Persero), dengan harga tetap sebesar 70 dolar AS per ton agar tarif listrik masyarakat tetap stabil di tengah dinamika harga batu bara dunia.
Kewajiban IUP dan Pengutamaan Pasar Dalam Negeri
Upaya memperkuat ketahanan energi juga didukung oleh perubahan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Aturan ini mempertegas kewajiban pelaku usaha tambang untuk memprioritaskan pasokan bagi kebutuhan dalam negeri.
Dalam Pasal 157 PP 39/2025 dijelaskan, pemegang IUP atau IUPK tahap operasi produksi wajib mengutamakan pasokan batu bara dan mineral untuk sektor-sektor penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sektor tersebut mencakup ketenagalistrikan, penyediaan energi, pupuk, dan industri strategis nasional.
Kewajiban ini ditegaskan kembali dalam ayat (3), yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan dalam negeri harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menjual ke luar negeri atau melakukan ekspor. “Kepentingan negara di atas segala-galanya,” ujar Bahlil.
Langkah pemerintah ini bertujuan agar produksi sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada ekspor, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat Indonesia.
Selain menjaga ketersediaan pasokan energi, kebijakan ini juga mendukung arah kebijakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Rencana DMO Emas untuk Menjaga Pasokan Nasional
Selain batu bara, Kementerian ESDM juga menyoroti potensi penerapan kebijakan DMO pada komoditas emas. Menteri Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemerintah sedang menimbang opsi kebijakan pasokan dalam negeri (DMO) untuk emas agar kebutuhan domestik tetap terpenuhi.
Langkah ini diambil karena PT Aneka Tambang Tbk (Antam) diketahui sering melakukan impor emas untuk menutupi kebutuhan di dalam negeri. Kondisi tersebut terjadi akibat banyak perusahaan tambang yang lebih memilih mengekspor emas dibandingkan menyuplai ke Antam.
“Jadi gini, menyangkut dengan B2B Antam, itu silakan dibicarakan,” kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM. Ia menambahkan, Antam sebenarnya telah menjalin kerja sama jual beli emas dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sebanyak 30 ton, yang berasal dari Tambang Grasberg di Papua.
“Kan di Freeport, kalau 3 juta konsentrat yang diolah oleh smelter, itu menghasilkan 50 sampai 60 ton emas. Sementara di Amman, di NTB, dengan 970 ribu konsentrat, itu menghasilkan 18 sampai dengan 20 ton emas,” jelas Bahlil.
Kebijakan DMO emas ini dinilai penting untuk memastikan kemandirian pasokan logam mulia di dalam negeri, serta menjaga stabilitas harga di pasar lokal. Pemerintah berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan ekspor dengan pemenuhan kebutuhan industri nasional yang terus meningkat.
Evaluasi Tambang dan Langkah Strategis Pemerintah
Meskipun arah kebijakan DMO semakin kuat, pemerintah menyadari adanya tantangan besar dalam pelaksanaannya.
Salah satu hambatan utama adalah berhentinya sementara operasi Tambang Grasberg milik Freeport Indonesia akibat musibah beberapa waktu lalu. Kondisi ini berdampak langsung pada pasokan emas batangan dari dalam negeri untuk kebutuhan Antam.
“Saat ini kita lagi melakukan evaluasi total. Jadi produksi terhadap konsentrat di Freeport itu belum dilakukan secara maksimal. Maka dengan demikian pasti mengalami kekurangan pasokan,” kata Bahlil.
Ia menambahkan, pemerintah tengah mengkaji langkah-langkah lanjutan bersama Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) untuk mengoptimalkan pasokan mineral dan batu bara bagi kebutuhan dalam negeri.
Evaluasi menyeluruh ini juga mencakup peningkatan efisiensi distribusi, penataan regulasi, serta pengawasan pelaksanaan DMO agar lebih efektif.
Langkah penguatan DMO diharapkan dapat memperkokoh ketahanan energi dan mineral nasional. Dengan sinergi antara kementerian, BUMN, serta pelaku usaha tambang, Indonesia diharapkan mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, mandiri, dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.