TNI

TNI AU Tingkatkan Kapabilitas Angkut Dengan Tambahan Airbus A400M

TNI AU Tingkatkan Kapabilitas Angkut Dengan Tambahan Airbus A400M
TNI AU Tingkatkan Kapabilitas Angkut Dengan Tambahan Airbus A400M

JAKARTA - Mayor Pnb Riki Sihaloho merasakan perbedaan mencolok antara pesawat angkut legendaris C-130 Hercules yang puluhan tahun ia terbangkan dengan Airbus A400M "Atlas" yang baru saja diterbangkannya dari Spanyol. 

Perbedaan itu bukan pada ukuran pesawat, melainkan pada sistem kendali. C-130 Hercules H-Model masih menggunakan instrumen analog dan yoke besar, sementara A400M menerapkan teknologi fly-by-wire dengan side-stick modern seperti pesawat tempur.

Riki bersama tiga pilot batch pertama lainnya, Letkol Pnb Putut Satriya, Mayor Pnb Fathir M Hadid, dan Kapten Pnb Indra Kusuma N., menyelesaikan misi ferry flight A400M dari Seville, Spanyol, menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. 

Penerbangan ini menandai tonggak baru dalam kapabilitas angkut TNI AU, karena A400M menawarkan otomasi tinggi, presisi, dan kenyamanan lebih bagi awak dibandingkan pesawat terdahulu.

Kapasitas Angkut dan Kecepatan yang Lebih Tinggi

Dalam hal performa, A400M menunjukkan keunggulan signifikan. Pesawat ini mampu mengangkut muatan hingga 37 ton, hampir dua kali lipat C-130 Hercules, dan terbang dengan kecepatan jelajah hingga 780 km/jam, jauh melampaui Hercules yang hanya 540 km/jam. 

Keunikan A400M adalah kombinasi kemampuan strategis dan taktis: bisa terbang jauh dan tinggi layaknya pesawat angkut strategis, tetapi tetap mampu mendarat di landasan pendek atau tidak beraspal.

Keunggulan ini memungkinkan TNI AU memperluas jangkauan misi logistik dan dukungan operasional. Dengan A400M, operasi penyebaran pasukan, distribusi logistik, dan bantuan kemanusiaan menjadi lebih cepat, efektif, dan aman. Selain itu, kemampuan taktis yang fleksibel membuka peluang baru untuk misi-misi darurat dan bantuan bencana.

Pelatihan Intensif untuk Pilot dan SDM Unggul

Adaptasi terhadap A400M menuntut latihan intensif. Riki dan tiga pilot lain mengikuti 3,5 bulan pelatihan di Spanyol, sebagian besar di simulator dengan 200 jam terbang virtual ditambah 100 jam computer-based training. 

Initial operation experience (IOE) dengan penerbangan nyata baru akan dimulai di Halim, di bawah pengawasan instruktur Airbus selama 30 hari, untuk mengakumulasi 120–130 jam terbang perdana.

Tahap awal difokuskan pada misi logistik standar, sementara kemampuan taktikal lanjutan, seperti aerial refueling, baru akan dibuka setelah 200 jam terbang atau satu tahun, mana yang lebih dahulu tercapai. 

Pendekatan bertahap ini memastikan keselamatan, penguasaan teknologi, dan profesionalisme awak pesawat sebelum menjalankan misi lebih kompleks.

Investasi Strategis dan Profesionalisme TNI AU

Pengamat militer Khairul Fahmi menilai A400M bukan sekadar pesawat baru, melainkan investasi dalam kapabilitas strategis dan pengembangan sumber daya manusia TNI AU. 

Teknologi canggih seperti fly-by-wire, head-up display (HUD), dan sistem manajemen misi modern meningkatkan efisiensi bahan bakar, akurasi manuver, dan keselamatan operasional.

A400M juga menjadi simbol transformasi pertahanan udara Indonesia, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong profesionalisme dan penguasaan teknologi tinggi di kalangan prajurit. 

Kehadiran A400M memperkuat kesiapan TNI AU menghadapi tantangan modern, memastikan kemampuan logistik strategis, dan menegaskan bahwa pertahanan udara kini berbasis keunggulan teknologi serta personel yang terlatih secara profesional.

Mayor Riki menutup pengalamannya dengan rasa bangga. “Saya sangat senang, sangat bersyukur. Ini merupakan suatu anugerah, rezeki yang dikasih oleh Tuhan Yang Maha Esa. 

Untuk itu kita harus melaksanakannya dengan sebaik-baiknya,” ujarnya, menegaskan dedikasi para pilot dalam mengoperasikan pesawat strategis yang mengubah wajah angkut udara TNI AU.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index