JAKARTA - Bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Jumat 10 Oktober 2025 dengan penurunan tajam. Pelemahan ini terjadi setelah Presiden Donald Trump melontarkan ancaman untuk memberlakukan tarif lebih tinggi terhadap produk asal Tiongkok.
Pernyataan tersebut sontak memicu kepanikan di pasar dan menghapus optimisme investor yang sebelumnya mendorong indeks ke level rekor.
Trump menuduh Tiongkok bersikap “sangat bermusuhan” karena memperketat kontrol ekspor terhadap logam tanah jarang — komoditas penting yang menjadi bahan utama dalam industri teknologi dan pertahanan. Kebijakan baru Beijing yang mewajibkan izin ekspor untuk produk dengan kandungan logam tanah jarang di atas 0,1 persen nilai barang dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan AS.
“Saya seharusnya bertemu Presiden Xi dalam dua minggu, di APEC, di Korea Selatan, tetapi sekarang tampaknya tidak ada alasan untuk melakukannya,” ujar Trump melalui akun Truth Social.
Menurutnya, pemerintahan AS tengah mempertimbangkan langkah balasan berupa “kenaikan tarif besar-besaran terhadap produk-produk Tiongkok yang masuk ke Amerika Serikat.”
Wall Street Tertekan, Nasdaq Catat Koreksi Terdalam
Pernyataan Trump tersebut menjadi pemicu utama aksi jual besar-besaran di pasar saham AS. Berdasarkan data CNBC, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 878,82 poin atau 1,9% ke posisi 45.479,60.
Sementara itu, S&P 500 turun 2,71% ke level 6.552,51, dan Nasdaq Composite jatuh paling dalam, yakni 3,56% ke 22.204,43.
Penurunan serentak ini menjadi yang terbesar sejak 10 April lalu. Sebelum komentar Trump, pasar sempat menunjukkan penguatan signifikan dengan Nasdaq bahkan mencetak rekor tertinggi intraday. Namun, euforia itu langsung sirna begitu muncul kekhawatiran baru mengenai eskalasi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
“Ekspektasi akan kesepakatan dagang dengan Tiongkok baru saja sirna. Para pengambil keuntungan berbondong-bondong keluar,” ungkap Jeff Kilburg, Pendiri KKM Financial, menanggapi situasi tersebut.
Lonjakan Indeks Volatilitas dan Aksi Jual Saham Teknologi
Peningkatan risiko pasar tercermin dari melonjaknya Indeks Volatilitas CBOE (VIX) yang menembus level 22, mengakhiri empat bulan masa tenang bagi S&P 500. Kenaikan VIX ini menunjukkan pelaku pasar mulai mencari proteksi di pasar opsi untuk mengantisipasi koreksi lebih dalam pada indeks acuan.
Sektor teknologi menjadi korban terbesar dari ketegangan baru antara AS dan Tiongkok. Saham-saham besar seperti Nvidia turun sekitar 5%, AMD jatuh hampir 8%, dan Tesla ikut melemah 5%.
Aksi jual ini terjadi karena banyak perusahaan teknologi AS memiliki ketergantungan tinggi pada rantai pasok manufaktur di Tiongkok, serta pasar Tiongkok sebagai konsumen utama.
“Tidak mengherankan melihat saham-saham teknologi mengalami penurunan paling tajam hari ini karena mereka memiliki eksposur signifikan terhadap Tiongkok, baik di sektor manufaktur maupun sebagai pelanggan utama,” jelas Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B. Riley Wealth.
“Jelas, hubungan kita dengan ekonomi terbesar kedua di dunia semakin sulit.”
Selain sektor teknologi, harga minyak mentah AS juga melemah. Investor khawatir bahwa ketegangan dagang dan ancaman tarif tinggi akan menekan pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya dapat mengurangi permintaan energi.
Shutdown Pemerintah AS Perburuk Sentimen Pasar
Tekanan di Wall Street semakin berat karena ketegangan politik dalam negeri. Pemerintah AS masih mengalami shutdown yang memasuki hari ke-10 pada Jumat 10 Oktober 2025. Kegagalan Senat meloloskan proposal pendanaan sementara untuk ketujuh kalinya memperburuk sentimen investor.
Kondisi tersebut memperlihatkan kebuntuan antara Partai Republik dan Demokrat yang hingga kini belum mencapai titik temu dalam negosiasi anggaran.
“Dengan adanya shutdown yang sedang berlangsung, PHK pegawai federal dimulai,” kata Russell Vought, Kepala Anggaran Pemerintahan Trump.
Kombinasi antara ketegangan geopolitik dan ketidakpastian politik domestik membuat investor memilih langkah defensif dengan menjual aset berisiko.
Kinerja Mingguan Bursa AS Terkoreksi
Penurunan tajam pada akhir pekan tersebut menghapus seluruh keuntungan yang dicatatkan bursa AS selama sepekan. S&P 500 ditutup melemah 2,4% secara mingguan, sedangkan Nasdaq dan Dow Jones masing-masing turun 2,5% dan 2,7%.
Para analis menilai, volatilitas masih akan tinggi dalam beberapa hari ke depan seiring investor menunggu kejelasan kebijakan perdagangan AS–Tiongkok. Di sisi lain, kondisi ekonomi domestik yang terganggu akibat shutdown dapat memperburuk tekanan pada pasar keuangan.
Meski koreksi ini menimbulkan kekhawatiran, beberapa pengamat melihat potensi pemulihan jangka menengah jika konflik dagang tidak berlanjut terlalu lama. Namun, apabila ancaman tarif benar-benar diterapkan, bukan tidak mungkin indeks utama AS kembali mengalami koreksi yang lebih dalam.
Dengan dua faktor besar — perang dagang dan shutdown — menghantui pasar, sentimen negatif diperkirakan masih akan membayangi Wall Street hingga pekan depan.
Investor kini menanti langkah lanjutan dari pemerintahan Trump dan tanggapan Tiongkok terhadap ancaman tarif tersebut, yang akan menentukan arah pergerakan bursa global selanjutnya.