JAKARTA – Kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menimbulkan dampak global, termasuk terhadap pasar keuangan dan ekonomi Indonesia. Kendati demikian, para investor di Tanah Air diimbau untuk tidak panik dan tetap mengambil keputusan investasi berdasarkan analisis yang cermat dan rasional.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menanggapi perkembangan ini dengan menekankan pentingnya bersikap tenang di tengah gejolak sentimen pasar akibat kebijakan proteksionis yang diterapkan Amerika Serikat.
“Investor agar tidak panik. Lakukan analisis secara cermat dan mengambil keputusan investasi secara rasional,” ujar Jeffrey di Jakarta.
Jeffrey menjelaskan bahwa dampak kebijakan tarif impor AS tidak secara langsung memberikan pengaruh besar terhadap bursa saham di Asia, termasuk Indonesia. Ia menegaskan bahwa data pasar menunjukkan justru negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika yang terdampak lebih signifikan akibat kebijakan tersebut.
“Kalau kita lihat data, maka bursa-bursa negara Asia yang dikenakan tarif tinggi tidak mengalami dampak negatif yang signifikan. Tetapi justru bursa negara Eropa dan Amerika yang berdampak signifikan,” bebernya.
Eskalasi Perang Dagang dan Ancaman Terhadap Sektor Ekspor
Kebijakan tarif ini dinilai sebagai bentuk proteksionisme oleh Amerika Serikat, di mana AS menetapkan bea masuk yang setara terhadap negara-negara mitra dagang yang selama ini memberlakukan tarif tinggi terhadap produk AS. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi eskalasi perang dagang global.
Analis pasar modal dan Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menyampaikan bahwa imbas dari kebijakan tersebut bisa sangat luas, bahkan memicu kepanikan di pasar global. Ia menyoroti bahwa efek domino yang ditimbulkan bisa mengganggu rantai pasok internasional dan memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia.
“Implikasi kebijakan ini begitu luas dan cepat, memicu kepanikan pasar global, terutama karena pasar khawatir akan eskalasi perang dagang, disrupsi rantai pasok, dan potensi perlambatan ekonomi dunia,” ungkap Hendra seperti dikutip dari Investortrust.
Hendra juga memberikan pandangan teknikal terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang menurutnya akan bergerak dalam tren pelemahan dalam jangka pendek, meskipun ada kecenderungan menguat menjelang libur bursa.
“Saya memperkirakan IHSG akan bergerak dalam tren pelemahan dengan area support pada 6.290–6.312 dan resistance di kisaran 6.660,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengidentifikasi sektor manufaktur dan ekspor sebagai sektor paling terdampak, terutama industri tekstil dan apparel yang selama ini mengandalkan ekspor ke pasar Amerika.
Optimisme Pemerintah di Tengah Ketidakpastian Global
Meski kondisi global dibayangi ketidakpastian, pemerintah Indonesia tetap menunjukkan optimisme terhadap prospek ekonomi nasional. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartiko Wirjoatmodjo, menyatakan bahwa indikator ekonomi menunjukkan perbaikan yang signifikan, mencerminkan kepercayaan masyarakat yang semakin membaik.
“Indikator-indikator ekonomi, mengenai indeks keyakinan konsumen dan PMI (Purchasing Managers' Index/Indeks Manajer Pembelian) itu kita lihat sudah mulai ada perbaikan,” kata Kartiko.
Ia menambahkan bahwa perubahan positif juga terlihat pada pasar modal, yang mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
“Jadi kita melihat bahwa masyarakat membaik. Dan kalau kita lihat di pasar modal, ini kita lihat 1-2 hari terakhir terjadi perbaikan yang luar biasa,” ujarnya.
Imbauan kepada Investor: Fokus pada Fundamental
Para ahli menyarankan agar investor tetap fokus pada fundamental dan tidak terjebak pada euforia sesaat atau sentimen negatif jangka pendek. Ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan luar negeri seperti tarif impor AS memang menjadi tantangan, tetapi pasar Indonesia dinilai masih memiliki daya tahan yang cukup kuat.
Langkah mitigasi risiko dengan melakukan diversifikasi portofolio, memilih saham berfundamental kuat, serta memperhatikan kinerja emiten secara berkala, menjadi strategi yang sangat dianjurkan.
Dengan perkembangan ekonomi domestik yang masih menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan sentimen positif dari indikator makro, para pelaku pasar diharapkan tidak membuat keputusan tergesa-gesa.