Peningkatan Kredit Macet oleh Generasi Z dan Milenial: Tantangan dalam Industri Fintech P2P Lending

Senin, 06 Januari 2025 | 11:17:12 WIB
Peningkatan Kredit Macet oleh Generasi Z dan Milenial: Tantangan dalam Industri Fintech P2P Lending

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan kontribusi kredit macet sebesar 37,17 persen dari generasi Z dan milenial terhadap tingkat wanprestasi (TWP) 90 hari dalam sektor Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau yang lebih dikenal dengan fintech peer-to-peer (P2P) lending. Ini menjadi perhatian khusus karena kelompok usia 19 hingga 34 tahun ini kini semakin terlibat dalam transaksi pinjaman online, namun ternyata membawa risiko wanprestasi yang tinggi.

Dalam konferensi pers yang berlangsung pada Jumat, 6 September 2024, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menyampaikan keprihatinannya. "Dari data yang ada pada kami di Juli 2024 porsi wanprestasi 90 hari atau TWP 90 untuk gen Z dan milenial ini, yang kami kategorikan di usia 19 sampai 34 tahun, itu adalah 37,17 persen,” ujarnya, Senin, 6 Januari 2025.

Stabilitas dan Pertumbuhan Fintech P2P Lending

Meskipun keterlibatan generasi muda dalam fintech P2P lending mampu menggerakkan ekonomi digital, namun risiko kredit macet yang mereka bawa turut menambah kompleksitas pengawasan. Dari catatan OJK, tingkat risiko kredit macet secara keseluruhan atau TWP 90 pada P2P lending berada di angka 2,53 persen pada Juli 2024, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,79 persen. Namun, ancaman ini tidak bisa diremehkan karena bisa berdampak negatif pada stabilitas sistem keuangan.

Di sisi lain, industri fintech P2P lending menunjukkan pertumbuhan positif dengan peningkatan outstanding pembiayaan sebesar 23,97 persen year-on-year (yoy) pada Juli 2024, mencapai angka Rp 69,39 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin mengandalkan platform digital untuk kebutuhan pendanaan mereka.

Langkah Mitigasi OJK dan Tindakan Penyelenggara Fintech

Untuk mengatasi ancaman kredit macet ini, OJK telah mewajibkan penyelenggara fintech P2P lending untuk menampilkan pernyataan peringatan kepada konsumen pada laman utama website maupun aplikasi mereka. Kalimat peringatan tersebut berbunyi: "Hati-hati, transaksi ini berisiko tinggi. Anda dapat saja mengalami kerugian atau kehilangan uang. Jangan berutang jika tidak memiliki kemampuan membayar. Pertimbangkan secara bijak sebelum bertransaksi."

“Mudah-mudahan pendekatan ini akan membantu untuk menyeleksi gen Z dan milenial dan siapapun juga yang ingin bertransaksi di peer-to-peer lending untuk lebih sadar dari awal risiko yang akan dihadapi,” tambah Agusman. Pendekatan ini diharapkan mampu meredam lonjakan wanprestasi dengan meningkatkan kesadaran konsumen terhadap risiko yang ada.

Selain itu, OJK juga telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk menjamin praktik penyelenggaraan layanan bisnis dan mencegah praktik kredit macet. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 dan Surat Edaran Nomor 19/SEOJK.06/2023 menjadi landasan penting dalam pengaturan analisis pendanaan dan pengelolaan risiko dalam sektor ini.

Regulasi dan Tanggung Jawab Penyelenggara

Regulasi yang ada mengatur berbagai aspek seperti proses uji kelayakan pengajuan pinjaman dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan penerima dana. Penyelenggara layanan diwajibkan untuk mengikuti batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan dalam memfasilitasi pendanaan, termasuk tingkat imbal hasil dan biaya-biaya terkait lainnya yang harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

OJK menekankan bahwa semua tindakan ini ditujukan untuk meningkatkan ekosistem keuangan digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Dengan adanya peraturan dan pengawasan yang ketat, diharapkan masyarakat dapat lebih tahu risiko dan lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial, sehingga tidak terjebak dalam ketidakmampuan membayar utang.

Terkini