JAKARTA - Rupiah kembali membuka perdagangan harian dengan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), memperlihatkan dinamika pasar yang masih dipengaruhi sentimen eksternal dan perubahan preferensi investor global.
Pada sesi pembukaan, rupiah bergerak di posisi Rp16.720 per dolar AS atau turun sekitar 0,18%. Pada penutupan perdagangan sebelumnya, rupiah sempat menguat 0,27% ke level Rp16.690 per dolar AS, sehingga sentimen melemah pada hari ini menjadi perhatian baru pelaku pasar.
Di sisi lain, indeks dolar AS atau DXY menunjukkan pergerakan yang cenderung stabil meski berada dalam fase koreksi tipis. Indeks ini sempat menyentuh posisi 100,211 setelah pada sesi sebelumnya melonjak hingga 0,68%.
Lonjakan tersebut membuat dolar AS kembali menembus level psikologis 100 dan menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Pergerakan tipis pada DXY pagi ini dipandang sebagai reaksi pasar terhadap perkembangan kebijakan moneter Amerika Serikat yang masih berpotensi ketat dalam waktu dekat.
Para pelaku pasar di Tanah Air masih mencermati perubahan kecil ini karena penguatan dolar yang terjadi sesaat saja mampu memberikan tekanan nyata terhadap nilai tukar Indonesia.
Dengan ruang gerak rupiah yang terbatas, setiap perubahan pada indeks dolar menjadi acuan penting untuk melihat arah pasar valuta asing sepanjang hari.
Kebijakan Bank Indonesia dan Dampaknya terhadap Stabilitas Rupiah
Dari dalam negeri, perhatian pasar tertuju pada langkah Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 4,75% dalam rapat kebijakan moneter terbarunya. Keputusan tersebut dipandang sebagai kelanjutan dari upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah tekanan global yang meningkat.
Sikap BI ini sekaligus mempertegas komitmen menjaga keseimbangan antara stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kestabilan nilai tukar.
BI menegaskan akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter yang telah ditempuh selama beberapa bulan terakhir. Hal tersebut termasuk pemantauan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan inflasi jangka pendek, serta dinamika pasar valuta asing.
Dengan mempertahankan suku bunga acuan di level yang sama, BI memberikan sinyal bahwa pelonggaran kebijakan masih memiliki ruang ke depan selama kondisi makroekonomi mendukung.
Keputusan ini menjadi salah satu faktor yang berpotensi menahan tekanan berlebih terhadap rupiah. Pelaku pasar memandang bahwa konsistensi kebijakan BI memberikan dasar bagi stabilitas, terutama di tengah ketidakpastian global yang masih berlangsung.
Meski demikian, tekanan eksternal tetap menjadi variabel yang perlu diwaspadai pelaku pasar sepanjang minggu berjalan.
Sentimen Eksternal dari Kebijakan The Fed dan Dampaknya
Dari eksternal, tekanan terhadap rupiah masih didorong oleh sentimen kebijakan moneter Amerika Serikat yang lebih ketat.
Risalah rapat The Federal Open Market Committee (FOMC Minutes) terbaru menunjukkan bahwa The Federal Reserve (The Fed) kemungkinan besar belum akan menurunkan suku bunga pada pertemuan Desember.
Meski sebagian anggota The Fed menilai pemangkasan suku bunga dapat terjadi, mayoritas masih berpendapat bahwa kondisi ekonomi AS yang tetap solid membuat langkah tersebut belum tepat.
Pernyataan dalam risalah tersebut mendorong pasar untuk kembali mengalihkan aset mereka ke dolar AS, yang dianggap sebagai aset aman.
Akibatnya, permintaan terhadap dolar meningkat dan memberikan tekanan tambahan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Sentimen ini memperkuat kecenderungan dolar untuk tetap berada di zona kuat.
Ekspektasi Pasar dan Tren Selanjutnya
Ekspektasi pasar terhadap arah suku bunga The Fed semakin jelas tercermin pada pergerakan CME FedWatch Tool. Probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember berada di kisaran 33%, turun dari sebelumnya 42,4%.
Penurunan ini menandakan bahwa pasar kembali yakin The Fed belum akan mengubah kebijakannya dalam waktu dekat.
Dengan melemahnya ekspektasi pemangkasan suku bunga ini, dolar AS terus menjadi pilihan investor global, membuat tekanan bagi rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya semakin kuat.
Perkembangan ini menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan pelaku pasar dalam menetapkan strategi pada perdagangan mendatang.