JAKARTA - Harga minyak global menunjukkan sedikit pelemahan setelah data persediaan minyak di Amerika Serikat meningkat signifikan.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari turun menjadi USD64,30 per barel, sementara minyak WTI turun menjadi USD60,13 per barel, menyusul lonjakan lebih dari satu persen pada hari sebelumnya.
Analis menilai pelemahan ini terjadi karena pasar sedang menyesuaikan diri dengan kenaikan stok yang lebih tinggi dari perkiraan, sekaligus menunggu dampak sanksi yang akan diterapkan terhadap perusahaan minyak Rusia.
Lonjakan stok ini menjadi perhatian karena dapat menimbulkan tekanan pada harga jika permintaan tidak mampu menyerap pasokan yang meningkat.
Data dari American Petroleum Institute (API) mencatat stok minyak mentah AS naik 4,4 juta barel dalam pekan terakhir, lebih dari tiga kali lipat dibandingkan pekan sebelumnya yang meningkat 1,3 juta barel.
Persediaan bensin meningkat 1,55 juta barel dan distilat bertambah 577 ribu barel. Analis ING menyebutkan, “Secara keseluruhan, laporan tersebut relatif bearish. Namun, pasar akan lebih fokus pada rilis data inventaris Badan Informasi Energi AS (EIA) yang banyak dipantau hari ini.”
Kenaikan Stok Memunculkan Kekhawatiran Pasokan
Kenaikan persediaan minyak ini mendorong spekulasi adanya kelebihan pasokan menjelang awal tahun depan.
Produsen mempertahankan produksi tetap tinggi, sementara lembaga global memperingatkan bahwa pertumbuhan permintaan mungkin tidak cukup kuat untuk menampung pasokan yang tersedia. Kondisi ini menimbulkan tekanan terhadap harga minyak di tengah ketidakpastian pasar.
Analis menekankan bahwa meski laporan stok menunjukkan potensi surplus, sentimen pasar tidak hanya bergantung pada angka persediaan. Faktor geopolitik dan kebijakan sanksi turut memengaruhi ekspektasi harga.
Hal ini membuat pelaku pasar tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan perdagangan minyak, terutama saat menghadapi potensi perubahan kebijakan global.
Sanksi AS terhadap Perusahaan Minyak Rusia
Sementara itu, perhatian pasar juga tertuju pada sanksi Amerika Serikat terhadap perusahaan minyak Rusia, termasuk Rosneft dan Lukoil.
Sanksi ini akan membatasi akses perusahaan-perusahaan tersebut terhadap pembiayaan dolar AS dan membatasi transaksi tertentu. Kekhawatiran terhadap pasokan minyak Rusia, khususnya solar, ikut mendorong fluktuasi harga, meskipun angka persediaan AS menunjukkan surplus.
Analis ING mencatat, “Pelaku pasar tampaknya lebih khawatir tentang risiko pasokan daripada kemungkinan surplus di masa mendatang.”
Kenaikan harga minyak sebelumnya didorong oleh kekhawatiran terhadap pasokan solar Rusia yang terdampak sanksi dan serangan Ukraina terhadap kilang-kilang Rusia. Kondisi ini memperlihatkan bahwa dinamika geopolitik tetap menjadi faktor penentu harga minyak global.
Prospek Kesepakatan Geopolitik
Di sisi lain, laporan menyebut adanya kemungkinan kesepakatan baru antara AS dan Rusia terkait konflik Ukraina. Pemerintahan sebelumnya dikabarkan telah berkoordinasi dengan Moskow untuk merancang proposal yang dapat mengakhiri perang.
Jika kesepakatan tercapai, ekspektasi pasokan global dan kebijakan sanksi dapat berubah, yang berpotensi menurunkan premi risiko geopolitik dan menekan harga minyak.
Meskipun demikian, pasar tetap menilai bahwa ketidakpastian geopolitik masih tinggi. Para analis mengingatkan bahwa volatilitas harga minyak kemungkinan akan berlanjut hingga ada kepastian mengenai sanksi, pasokan Rusia, dan perkembangan konflik Ukraina.
Investor serta pelaku industri energi terus memantau pergerakan pasar secara cermat untuk menyesuaikan strategi mereka di tengah dinamika global yang kompleks.