JAKARTA - Panas bumi terus menjadi sumber energi hijau yang diperkuat di Indonesia. Salah satu fasilitas unggulan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1982.
PLTP Kamojang tercatat sebagai pembangkit panas bumi pertama di Indonesia sekaligus penghasil hidrogen hijau pertama di Asia Tenggara.
Dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy, Kamojang memiliki lima unit terpasang dengan total kapasitas 235 megawatt. Listrik yang dihasilkan menyalurkan energi untuk sekitar 260 ribu rumah di wilayah Jawa, Madura, dan Bali.
Sumber energi panas bumi berasal dari Kawah Kamojang, yang sejak 1926 telah menjadi titik penting pengembangan geothermal di Indonesia setelah sumur panas bumi pertama ditemukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Peran Strategis PLTP Kamojang
PJS GM PGE Area Kamojang, Hendrik K. Sinaga, menyebut pembangkit ini sebagai pelopor pemanfaatan panas bumi yang dapat menjadi acuan nasional. “Kamojang menjadi benchmarking dalam pengembangan usaha panas bumi yang andal secara lingkungan dan sosial,” ujar Hendrik K. Sinaga.
Pembangkit ini menunjukkan bahwa energi terbarukan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan listrik, tetapi juga memberikan standar pengelolaan yang bertanggung jawab bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Keberadaan Kamojang memperkuat ketahanan listrik nasional, terutama dalam menyediakan pasokan energi yang andal dan berkelanjutan. Infrastruktur yang dikembangkan tidak hanya fokus pada kapasitas listrik, tetapi juga menekankan prinsip efisiensi dan dampak sosial positif bagi komunitas lokal.
Hal ini menjadikan PLTP Kamojang sebagai model pengelolaan geothermal yang dapat direplikasi di wilayah lain di Indonesia.
Inovasi CSR dan Pengolahan Pertanian
Pemanfaatan panas bumi di Kamojang tidak terbatas untuk pembangkit listrik saja. PT Pertamina Geothermal Energy juga mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) berupa dry house yang memanfaatkan panas bumi untuk mengeringkan kopi dari petani lokal.
Panas dialirkan melalui pipa kecil ke dalam ruang pengeringan, sementara kelembaban dan suhu dijaga antara 30 hingga 45 derajat Celcius.
Program ini menjadi dry house pertama di Indonesia yang menggunakan tenaga geothermal untuk pengolahan hasil pertanian. Hendrik berharap inovasi ini dapat diterapkan di wilayah lain yang memiliki potensi panas bumi.
“Kami ingin model CSR ini direplikasi dan menjadi acuan bagi petani kopi serta inovasi geothermal lainnya,” ujarnya. Langkah ini menunjukkan bahwa panas bumi mampu memberikan nilai tambah pada produk pertanian sekaligus mendorong teknologi ramah lingkungan.
Dampak dan Potensi Geothermal Masa Depan
Keberhasilan PLTP Kamojang menegaskan bahwa panas bumi memiliki potensi ganda: sebagai sumber listrik bersih dan pendorong inovasi pertanian. Pemanfaatan yang tepat dapat meningkatkan produktivitas lokal, mendukung transisi energi bersih, serta memperkuat ketahanan energi nasional.
Dengan model PLTP Kamojang, pemerintah dan pelaku usaha dapat mencontoh pengembangan geothermal yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Inisiatif ini membuka peluang bagi daerah lain dengan potensi panas bumi untuk mengembangkan pembangkit listrik dan program CSR serupa.
Sehingga manfaat sosial dan ekonomi dapat dirasakan lebih luas. Integrasi antara energi bersih dan inovasi pertanian ini menjadi langkah strategis dalam membangun Indonesia yang lebih mandiri secara energi, lebih hijau, dan berdaya saing tinggi di kawasan regional.