Penyempurnaan Regulasi Dorong Industri Perumahan Semakin Kompetitif dan Berkelanjutan

Rabu, 19 November 2025 | 10:32:38 WIB
Penyempurnaan Regulasi Dorong Industri Perumahan Semakin Kompetitif dan Berkelanjutan

JAKARTA - Rencana penyempurnaan Undang-undang Perumahan kembali menjadi perhatian setelah Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyampaikan pandangannya kepada para pelaku industri. 

Dalam sebuah kesempatan, ia menyebut pentingnya mendengar langsung aspirasi dari pihak yang sehari-hari menangani proses pemasaran, penjualan, hingga analisis kebutuhan konsumen. 

Menurutnya, masukan dari para pelaku di lapangan dapat membantu merumuskan kebijakan yang lebih relevan dengan dinamika pasar perumahan yang terus berubah.

Di hadapan jajaran broker yang hadir, ia menegaskan bahwa posisi perantara properti juga membutuhkan kepastian hukum yang jelas. 

Ara meminta agar para broker mulai menyusun gagasan mereka dan menyiapkannya secara terstruktur, sehingga seluruh masukan dapat dibahas pada saat mereka diundang secara resmi untuk penyampaian aspirasi. 

Ia menekankan siap mendengarkan kebutuhan mereka agar peran broker memiliki pijakan yang lebih kuat dalam regulasi baru yang sedang dipertimbangkan.

Para broker yang hadir pun menyambut baik ajakan tersebut, karena kesempatan memberikan masukan dianggap dapat membantu memperkuat ekosistem industri properti. 

Dengan adanya komunikasi langsung, diharapkan regulasi yang baru tidak hanya memberikan kepastian bagi pengembang, tetapi juga bagi para perantara yang menjadi jembatan utama antara konsumen dan penyedia hunian.

Masukan Pengembang untuk Revisi Undang-undang

Sementara itu, Real Estat Indonesia sedang menyiapkan daftar inventarisasi masalah yang akan dirangkum sebagai bahan pertimbangan dalam proses revisi. 

Ketua Umum REI Joko Suranto menyampaikan bahwa penyusunan materi dilakukan dengan pendekatan komprehensif agar perubahan undang-undang dapat membawa dampak positif jangka panjang bagi industri. 

Ia menjelaskan bahwa tabulasi masalah tengah disusun dalam tujuh kelompok, mulai dari tanah, perizinan, pertanahan, hingga lingkungan dan infrastruktur.

Joko menyoroti persoalan tanah yang selama ini kerap menjadi perdebatan. Ia menggambarkan bahwa terdapat tarik menarik antara kebutuhan Program 3 Juta Rumah dan kebijakan ketahanan pangan. 

Keberadaan aturan seperti Lahan Sawah Dilindungi maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sering membuat beberapa lahan berubah status secara mendadak. Hal ini menyebabkan rencana pembangunan yang sudah dipersiapkan menjadi tertunda karena adanya ketidakpastian dalam proses peruntukan lahan.

Ia memberikan contoh kondisi ketika tanah yang sebelumnya telah dibeli dan siap dikerjakan tiba-tiba tidak dapat dilanjutkan karena masuk wilayah tertentu yang harus dipertahankan. 

Situasi semacam itu dinilai menimbulkan ketidakpastian usaha dan menghambat percepatan pembangunan rumah, khususnya rumah subsidi yang membutuhkan efisiensi waktu serta proses yang lebih singkat.

Tantangan Perizinan dan Kebutuhan Transparansi

Masalah perizinan menjadi fokus lain yang disoroti. Joko menilai beberapa prosedur perlu direlaksasi, direvisi, atau bahkan dipertimbangkan untuk tidak lagi diterapkan apabila tidak menambah nilai signifikan terhadap pengawasan. 

Meski sistem OSS sudah tersedia secara online, praktik di lapangan dinilai masih membutuhkan perbaikan. Ia mengungkapkan bahwa proses perizinan kerap kembali ke metode manual sehingga waktu penyelesaiannya menjadi lebih panjang dan tidak efisien.

Menurutnya, pelayanan publik dalam perizinan harus memiliki standar yang lebih terukur dan transparan. Ia mencontohkan mekanisme yang seharusnya dapat berjalan apabila dokumen persyaratan yang diunggah telah jelas dan lengkap. 

Dalam kondisi tersebut, apabila tidak ada tanggapan dalam batas waktu tertentu, izin seharusnya dianggap disetujui. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong percepatan proses dan mengurangi hambatan administratif yang sering dialami oleh pengembang.

Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan juga menjadi perhatian karena membutuhkan biaya besar serta waktu yang sangat panjang. Untuk sektor perumahan, ia menilai risiko sudah dapat dipetakan lebih jelas sehingga mestinya dapat dikonsolidasikan dalam bentuk izin tertentu. 

Waktu penyelesaian Amdal yang rata-rata memakan waktu berbulan-bulan berdampak pada seluruh rantai pembangunan dan membuat beberapa proyek mundur jauh dari target awal.

Harapan Perbaikan dalam Penyempurnaan Regulasi

Namun persoalan tidak berhenti di situ. Ia menuturkan bahwa sistem perizinan yang tidak dapat berjalan secara paralel membuat setiap tahap harus menunggu tahap lainnya selesai. 

Situasi ini menyebabkan seluruh proses dapat memakan waktu sembilan bulan hingga satu tahun. Bahkan dalam beberapa pengalaman pribadi, proses tersebut bisa mencapai satu setengah tahun. Kondisi ini menimbulkan tantangan besar bagi pengembang, terutama dalam menjaga kepastian usaha dan memenuhi target pembangunan.

Dengan berbagai masukan yang telah disampaikan, baik dari broker maupun pengembang, penyempurnaan Undang-undang Perumahan diharapkan dapat memberikan arah pembenahan yang lebih komprehensif. 

Adanya ruang dialog antara pemerintah dan pelaku industri memungkinkan terjadinya sinkronisasi yang lebih kuat antara kebijakan dan kebutuhan riil di lapangan. Pelaku industri berharap perubahan regulasi kelak dapat memperbaiki kualitas layanan publik, menyederhanakan proses perizinan, dan menciptakan stabilitas usaha yang lebih sehat.

Upaya melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses revisi dianggap sebagai langkah penting untuk menciptakan kebijakan yang lebih berpihak pada kebutuhan masyarakat, sekaligus memberi kepastian bagi seluruh pelaku sektor perumahan. 

Melalui serangkaian diskusi, penyusunan materi, dan penguatan koordinasi, harapannya penyempurnaan aturan ini mampu mendorong pertumbuhan industri perumahan sekaligus memenuhi kebutuhan hunian nasional secara lebih efektif.

Terkini