JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa rencana redenominasi rupiah bukanlah agenda cepat, melainkan membutuhkan persiapan jangka panjang.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, proses mengubah Rp1.000 menjadi Rp1 diperkirakan memerlukan waktu sekitar lima hingga enam tahun setelah landasan hukumnya disahkan pemerintah bersama DPR RI melalui Undang-Undang (UU) Redenominasi.
“Prosesnya tidak instan. Setelah undang-undang selesai, perlu kurang lebih 5 sampai 6 tahun untuk implementasi penuh,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPD RI. Tahapan ini menekankan bahwa redenominasi bukan pemotongan nilai uang, melainkan penyederhanaan nominal untuk mempermudah transaksi sehari-hari.
Tahapan Redenominasi dan Transparansi Harga
Setelah regulasi tingkat undang-undang rampung, langkah berikutnya adalah menyiapkan aturan transparansi harga. Perry mencontohkan praktik lama di beberapa daerah, di mana harga secangkir kopi sering ditulis “25” dengan tiga nol kecil di belakang atau “25K”, yang bisa membingungkan konsumen.
“Transparansi harga sangat penting agar masyarakat bisa memahami nilai uang baru dengan mudah. Uang lama dan uang baru akan beredar secara paralel pada masa transisi,” tegas Perry.
Tahap selanjutnya melibatkan desain dan pencetakan uang baru yang akan diperkenalkan secara bertahap, termasuk sosialisasi untuk memudahkan adaptasi masyarakat.
BI Tegaskan Redenominasi Bukan Pemotongan Nilai
Perry menekankan redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai uang. Nilai riil barang dan jasa tidak berubah; satu gelas kopi yang sebelumnya Rp25.000 tetap dapat dibeli dengan Rp25 versi baru. “Ini bukan pemotongan, hanya penyederhanaan nominal. Transaksi tetap sama nilainya,” jelasnya.
Langkah ini dirancang untuk mempermudah pembayaran, pembukuan, dan transaksi digital, sekaligus mendukung efisiensi ekonomi. BI juga akan memastikan masa transisi berjalan lancar agar masyarakat, pelaku usaha, dan sektor finansial dapat menyesuaikan diri secara bertahap.
Peran Kemenkeu dan Strategi Pemerintah
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kewenangan redenominasi sepenuhnya berada di tangan Bank Indonesia. Kemenkeu hanya menempatkan RUU Redenominasi Mata Uang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029.
“Redenominasi bukan wewenang Kemenkeu. Bank Indonesia yang akan menyelenggarakannya,” kata Purbaya. Ia juga menekankan, pihaknya tidak memiliki strategi khusus terkait redenominasi, karena sepenuhnya menjadi tugas BI untuk menjalankan rencana ini.
Proses hukum, sosialisasi, desain uang baru, dan masa transisi menjadi fokus utama BI agar perubahan nominal berjalan lancar tanpa mengganggu perekonomian.