Industri Sawit Nasional Diprediksi Lebih Tangguh Lewat Penguatan Hulu Berkelanjutan

Selasa, 18 November 2025 | 10:48:48 WIB
Industri Sawit Nasional Diprediksi Lebih Tangguh Lewat Penguatan Hulu Berkelanjutan

JAKARTA - Perkembangan teknologi hilirisasi sawit di Indonesia terus menunjukkan kemajuan, terutama ketika pemerintah mendorong pengembangan energi berbasis sawit. 

Namun, kemajuan tersebut belum diimbangi dengan kondisi hulu yang lebih tertata. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia menilai bahwa sektor hulunya masih menghadapi banyak kendala yang berpotensi menghambat hasil hilirisasi yang kini semakin canggih. 

Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana keseimbangan antara perkembangan di hilir dan kesiapan di hulu dapat berjalan seiring.

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat ME Manurung, memandang bahwa program B50 tidak hanya menjadi arah baru bagi Indonesia, tetapi juga memberi dampak positif bagi dunia. Menurutnya, keberhasilan program tersebut telah membantu menekan emisi yang muncul akibat penggunaan minyak fosil. 

Dia menegaskan bahwa penambangan fosil memiliki risiko besar dan sifatnya tidak berkelanjutan, sehingga peralihan ke energi nabati menjadi langkah yang jauh lebih aman. Gulat menilai bahwa inisiatif pemerintah untuk melanjutkan program B40 ke B50 sudah berada di jalur tepat dan sebisa mungkin dijalankan secara konsisten.

Dalam pandangannya, pengembangan teknologi hilirisasi saat ini telah mengalami kemajuan signifikan. Namun, masih terdapat kekacauan di sektor hulu yang membuat keberhasilan hilir tidak dapat dinikmati secara optimal. 

Ia menyebutkan bahwa terdapat persoalan serius dari segi produktivitas kebun dan berbagai klaim kawasan hutan yang tumpang tindih. Kondisi tersebut membuat rantai pasokan tidak berjalan seefisien yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan di hilir belum tentu membantu petani jika kondisi hulunya tidak dibenahi dengan baik.

Arah Kebijakan dan Kontribusi Ekonomi Sawit Nasional

Dalam perkembangan industri sawit, peran pemerintah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keputusan para pelaku usaha. Pebisnis sawit saat ini bergerak dalam koridor aturan yang sudah ditetapkan, termasuk adanya skema tertentu ketika mereka ingin melakukan ekspor. 

Namun, pelaku usaha tetap memahami bahwa sawit merupakan komoditas penting yang menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.

Berdasarkan data nasional, penerimaan devisa dari ekspor sawit mencapai angka yang sangat besar. Nilai ini menunjukkan bahwa komoditas tersebut tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian, tetapi juga membantu menjaga kestabilan neraca perdagangan. 

Selain itu, terdapat pula penerimaan dari Pungutan Ekspor yang dikelola oleh lembaga terkait. Dana tersebut digunakan untuk berbagai program, termasuk dukungan kepada petani dan pengembangan industri sawit secara keseluruhan.

Dengan produksi CPO nasional yang mencapai puluhan juta ton, sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, jika pemerintah benar-benar menerapkan program B50, maka serapan domestik diperkirakan akan meningkat secara signifikan. 

Gulat memprediksi bahwa kondisi ini dapat memberikan tekanan baru apabila produksi CPO menurun. Menurutnya, kemungkinan penurunan produksi CPO hingga 4–5 juta ton dapat menimbulkan masalah besar yang berdampak pada berbagai sektor.

Ia menyebutkan bahwa apabila produksi menurun dan permintaan naik, maka harga CPO berpotensi melonjak tajam. Kenaikan harga tersebut bisa menyebabkan negara-negara pengimpor beralih ke minyak nabati lain karena harga yang lebih murah. 

Selain itu, akan muncul tarik-menarik kebutuhan antara sektor energi, pangan, dan oleokimia. Kondisi ini membuat keseimbangan pasokan semakin sulit dicapai karena terdapat persaingan kebutuhan yang cukup besar di dalam negeri.

Dampak Langsung Terhadap Petani dan Pasar Global

Petani sawit merupakan pihak yang paling rentan ketika terjadi perubahan kebijakan yang menekan ekspor. Kebijakan yang terlalu berat di dalam negeri dapat membuat harga Tandan Buah Segar atau TBS turun drastis. 

Ketika harga TBS turun, petani berada pada posisi yang merugi dan sulit mempertahankan kelangsungan kebunnya. Dalam beberapa kasus, kondisi semacam ini dapat membuat petani pada akhirnya melepaskan lahan perkebunannya karena sudah tidak lagi dianggap prospektif.

Di sisi lain, pebisnis sawit juga tengah mewaspadai kemungkinan naiknya harga CPO secara signifikan. Kenaikan berlebihan dapat membuat pasar global tidak lagi memilih minyak sawit sebagai bahan baku utama. 

Negara-negara pengimpor dapat beralih ke minyak nabati lainnya, terutama jika harganya lebih terjangkau. Hal tersebut menimbulkan risiko hilangnya sebagian pangsa pasar global bagi Indonesia, yang selama ini diandalkan untuk sumber devisa.

Persoalan produktivitas kebun juga menjadi salah satu hambatan utama. Secara nasional, produktivitas kebun sawit Indonesia baru mencapai sekitar 60% dari potensi ideal. Kondisi ini menjadi lebih buruk pada kebun petani, yang produktivitasnya hanya sekitar 25%. 

Artinya, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk meningkatkan produksi tanpa harus memperluas lahan. Upaya seperti replanting dan pemberian bantuan pupuk dari dana sawit dapat menjadi solusi yang memungkinkan jika dijalankan dengan tepat.

Rekomendasi untuk Penguatan Hulu dan Konsistensi Kebijakan

Untuk mendukung ketahanan industri sawit dalam jangka panjang, berbagai langkah kolaboratif perlu dilakukan. Gulat menyampaikan bahwa replanting merupakan salah satu langkah kunci untuk meningkatkan produktivitas kebun petani. 

Ia juga menilai bahwa dukungan regulasi yang lebih tepat dari pemerintah dapat membantu mempercepat perbaikan di hulu. Regulasi tersebut sebaiknya tidak bersifat menghukum, melainkan mendorong kemajuan sehingga seluruh pemangku kepentingan dapat berperan secara efektif.

Konsistensi kebijakan juga menjadi faktor penentu keberhasilan program energi berbasis sawit. Ketika program hilirisasi semakin maju, perbaikan hulu harus berjalan secara seimbang. 

Hal ini memberikan kesempatan bagi petani untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan memastikan bahwa industri sawit tetap menjadi komoditas andalan Indonesia. Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani, industri sawit berpotensi terus tumbuh tanpa mengorbankan keberlanjutan maupun keseimbangan pasar.

Terkini