JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak fluktuatif namun relatif stabil di kisaran Rp16.700 – Rp16.740.
Pada perdagangan pekan sebelumnya, rupiah menguat tipis 0,13% ke level Rp16.707 per dolar AS, sementara indeks dolar AS naik 0,07% ke posisi 99,22.
Pergerakan ini mencerminkan kondisi pasar global yang mulai membaik setelah penutupan pemerintah Amerika Serikat berakhir, memberikan ruang bagi investor untuk kembali fokus pada data ekonomi AS.
Pengamat ekonomi Ibrahim Assuaibi menilai, prospek kebijakan dovish The Fed menekan dolar AS sekaligus menjaga imbal hasil Treasury tetap rendah. Hal ini turut memengaruhi harga logam non-imbal hasil, yang bergerak terbatas.
Dari sisi domestik, rupiah juga mendapat dukungan dari disiplin fiskal dan kebijakan makroekonomi pemerintah, yang menekankan stabilitas dan ekspansi industri jangka panjang.
Selain itu, penguatan rupiah juga terkait dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5%-5,8%, menjadikan negara ini salah satu yang paling prospektif di kawasan Asia.
Proyeksi ini diperkuat dengan inflasi inti yang terkendali, berada di rentang 2,5%-3,2%, menandakan kebijakan moneter Bank Indonesia yang stabil dan efektif.
Performa Rupiah Tahun Ini Masih Tantangan
Meski penguatan jangka pendek terlihat, rupiah secara tahunan melemah 3,44% Year-to-Date (YtD) terhadap dolar AS. Jika dibandingkan dengan 11 mata uang Asia lainnya, rupiah termasuk salah satu yang berkinerja kurang baik.
Secara historis, kurs rupiah mencatat pelemahan -0,62% dalam sebulan terakhir, -3,54% dalam tiga bulan, dan -0,86% dalam enam bulan terakhir.
Pelemahan ini salah satunya terlihat dari arus modal asing yang keluar dari pasar keuangan Indonesia.
Bank Indonesia mencatat modal asing keluar sebesar Rp184,09 triliun sejak awal tahun hingga pertengahan November, terdiri dari jual neto Rp37,24 triliun di pasar saham, Rp140,40 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Rp6,45 triliun di Surat Berharga Negara (SBN).
Selain itu, premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun meningkat menjadi 73,51 basis poin pada pertengahan November, dibanding 76,05 bps sebelumnya.
Data ini menjadi indikator persepsi risiko investor terhadap instrumen keuangan Indonesia. Meski begitu, tingkat imbal hasil SBN 10 tahun tercatat stabil di 6,12%, sementara imbal hasil UST 10 tahun berada di 4,119%.
Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Jadi Penyangga
Kekuatan rupiah juga didorong oleh kebijakan fiskal yang disiplin dan strategi makroekonomi nasional. Pemerintah menekankan stabilitas sebagai fondasi utama untuk menghadapi tantangan global.
Doktrin stabilitas ekonomi yang diterapkan termasuk pengendalian inflasi, alokasi anggaran efisien, dan ekspansi industri yang menargetkan pertumbuhan jangka panjang.
Dukungan ini diyakini mampu menjaga kepercayaan investor domestik maupun internasional, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia. Dengan fokus pada penguatan struktur ekonomi dan disiplin fiskal, pemerintah berupaya meredam volatilitas nilai tukar yang muncul akibat tekanan eksternal.
Selain itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stabil turut memengaruhi ekspektasi inflasi dan suku bunga. Kebijakan moneter Bank Indonesia yang terukur membantu menjaga inflasi inti tetap terkendali, sehingga mendukung daya beli masyarakat dan stabilitas harga komoditas.
Prospek Rupiah dan Skenario Pasar Ke Depan
Meski dihadapkan pada tekanan pasar global, rupiah memiliki prospek stabil jangka pendek. Pengamat menyatakan bahwa fluktuasi harian akan tetap terjadi, namun arah fundamental ekonomi domestik memberikan bantalan kuat bagi nilai tukar.
Investor diharapkan tetap memperhatikan data ekonomi AS, arus modal asing, dan kondisi fiskal nasional sebagai indikator utama.
Kondisi ini sekaligus menekankan pentingnya strategi diversifikasi portofolio untuk pelaku pasar. Dengan tingkat imbal hasil SBN yang stabil, investor bisa memanfaatkan peluang di instrumen domestik tanpa harus terpapar volatilitas ekstrem dari pasar global.
Kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan proyeksi pertumbuhan menjadikan rupiah relatif aman sebagai mata uang regional.
Secara keseluruhan, meski rupiah mengalami tekanan di beberapa periode, pondasi ekonomi Indonesia yang kokoh melalui disiplin fiskal, pengendalian inflasi, dan proyeksi pertumbuhan yang baik menjadi penopang utama.
Stabilitas ini menjadi indikator positif bagi investor dan pelaku ekonomi, memastikan nilai tukar tetap berada dalam kisaran wajar, serta mendukung kesinambungan pembangunan nasional.