Indonesia Optimalkan Energi Nasional Lewat Percepatan Kendaraan Listrik

Jumat, 14 November 2025 | 13:56:47 WIB
Indonesia Optimalkan Energi Nasional Lewat Percepatan Kendaraan Listrik

JAKARTA - Indonesia memiliki peluang besar untuk menghemat lebih dari 100 miliar liter bensin hingga tahun 2040 melalui percepatan adopsi kendaraan listrik (EV).

Selain mengurangi konsumsi bahan bakar, transisi ini diyakini mampu menekan 170 juta ton emisi karbon, sehingga memperkuat ketahanan energi nasional dan mendukung target lingkungan. 

Laporan Rocky Mountain Institute (RMI) “Transforming Indonesia’s Transportation” menegaskan pentingnya elektrifikasi kendaraan roda dua dan roda empat sebagai langkah strategis mengurangi polusi udara.

Namun, pencapaian target tersebut membutuhkan pangsa pasar EV 100 persen untuk roda dua dan 75 persen untuk roda empat pada 2040. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, pengembangan infrastruktur, dan pembiayaan terpadu, Indonesia berpeluang menjadi pemimpin regional dalam revolusi mobilitas listrik di Asia Tenggara.

Potensi lain yang muncul dari percepatan ini adalah terciptanya 500.000 lapangan kerja baru, seiring berkembangnya rantai pasok kendaraan listrik di dalam negeri.

Meski demikian, RMI menyoroti tantangan yang masih ada, mulai dari harga kendaraan yang tinggi, keterbatasan infrastruktur pengisian daya, hingga rendahnya kesadaran publik. 

Oleh karena itu, laporan ini menekankan perlunya aksi terpadu antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat untuk mewujudkan transformasi sektor transportasi yang berkelanjutan.

Empat Pilar Percepatan Kendaraan Listrik

Keberhasilan transisi EV di Indonesia sangat bergantung pada empat pilar utama. Pertama, kebijakan yang jelas dan konsisten untuk memberikan kepastian bagi produsen, konsumen, dan investor. Kedua, pembiayaan yang terjangkau agar masyarakat lebih mudah beralih ke kendaraan listrik tanpa terbebani biaya tinggi. 

Ketiga, adopsi teknologi dan inovasi untuk memperluas jaringan pengisian daya serta meningkatkan kualitas kendaraan. Keempat, keterlibatan aktif korporasi dan konsumen, sehingga transisi berjalan cepat dan menyeluruh.

Penerapan empat pilar ini tidak hanya menekan konsumsi energi fosil, tetapi juga mendukung pencapaian target nasional dalam pengurangan emisi. 

Jakarta menjadi salah satu contoh yang mendesak, karena sektor transportasi di ibu kota menyumbang sekitar 143.000 ton polusi udara setiap tahun, memicu lebih dari 10.000 kematian dini dan kerugian ekonomi mencapai Rp 49 triliun per tahun.

Selain itu, percepatan kendaraan listrik juga membuka peluang investasi dalam pengembangan stasiun pengisian, manufaktur baterai, serta perakitan kendaraan listrik. Semua ini berkontribusi terhadap penciptaan ekosistem EV yang berkelanjutan dan mandiri secara nasional.

Dampak Ekonomi dan Sosial dari Mobil Listrik

Transisi ke kendaraan listrik tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Menurut RMI, pengembangan industri EV dapat menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru, mulai dari produksi baterai, manufaktur komponen, distribusi, hingga layanan after-sales. Hal ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM di sektor teknologi dan manufaktur.

Selain itu, pengurangan polusi udara akan berdampak positif pada kesehatan masyarakat. Dengan menekan tingkat polusi, terutama di kota besar seperti Jakarta, risiko penyakit pernapasan menurun dan biaya kesehatan publik berkurang. 

RMI menekankan bahwa transisi cepat ke EV penting untuk melindungi ekonomi sekaligus kesehatan masyarakat, sehingga mendukung pembangunan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Transformasi sektor transportasi ini juga diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai manfaat kendaraan listrik, baik dari sisi efisiensi energi maupun dampak ekologis. Dengan begitu, kendaraan listrik bukan hanya tren, tetapi menjadi bagian integral dari gaya hidup modern yang bertanggung jawab.

Tantangan dan Strategi Implementasi Kendaraan Listrik

Meski memiliki potensi besar, implementasi kendaraan listrik di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. 

Salah satunya adalah harga kendaraan listrik yang masih tinggi, sehingga masyarakat membutuhkan insentif agar mampu beralih. Selain itu, minimnya infrastruktur pengisian daya menjadi hambatan utama bagi penggunaan EV secara luas.

RMI menekankan perlunya strategi jangka panjang yang mencakup kebijakan, teknologi, dan kolaborasi publik-swasta. 

Penyediaan stasiun pengisian listrik yang tersebar di kota besar dan kawasan strategis akan memudahkan masyarakat mengakses layanan EV. Sementara itu, edukasi publik mengenai manfaat kendaraan listrik diharapkan meningkatkan kesadaran dan adopsi masyarakat.

Dengan langkah yang terkoordinasi, Indonesia berpotensi menghemat lebih dari 100 miliar liter bensin, menekan emisi karbon, sekaligus memperkuat daya saing industri otomotif nasional. 

Keberhasilan transisi ini juga akan menempatkan Indonesia sebagai pemimpin mobilitas listrik di kawasan Asia Tenggara, membuka peluang ekonomi, teknologi, dan lingkungan yang lebih baik.

Terkini