JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memperkuat kemandirian sektor industri farmasi dan kosmetik di Indonesia melalui pemanfaatan bahan baku lokal.
Upaya ini ditunjukkan lewat penyelenggaraan Indonesia Pharmaceuticals and Cosmetics for Sustainability (IPCS) 2025, yang menjadi wadah untuk mengungkap potensi, capaian, serta arah pengembangan industri nasional menuju keberlanjutan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa kegiatan IPCS 2025 diharapkan memperkuat sinergi antara pelaku industri, akademisi, dan pemerintah.
Menurutnya, arah pembangunan industri kini tak lagi sekadar menitikberatkan pada efisiensi dan keuntungan, tetapi juga pada dampak sosial serta lingkungan.
“Arah pembangunan industri tidak lagi hanya berbicara tentang efisiensi dan profit, tetapi juga tentang dampak sosial dan lingkungan. Kita harus memperkuat hilirisasi, memperluas inovasi, dan mempercepat transformasi menuju industri yang mandiri, inklusif, dan hijau,” ujar Agus dalam pembukaan IPCS 2025 di Jakarta.
Dalam acara yang berlangsung di Plasa Industri Kemenperin, Agus menekankan pentingnya hilirisasi bahan baku farmasi dan kosmetik dengan menggali potensi sumber daya lokal, seperti minyak atsiri, rempah, dan tanaman obat.
Upaya ini diharapkan dapat menekan ketergantungan pada impor sekaligus memperkuat rantai pasok nasional yang efisien dan berkelanjutan.
Hilirisasi untuk Perkuat Kemandirian Bahan Baku
Kemenperin juga tengah mendorong pengembangan pilot plant bahan baku obat dan kosmetik, serta membangun center of excellence yang berfungsi sebagai pusat riset dan pengujian bahan alam. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi besar industrialisasi dan hilirisasi sektor kesehatan nasional.
Agus menegaskan bahwa langkah tersebut akan memperkuat kemandirian sektor farmasi dan kosmetika Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan global terkait pasokan bahan baku.
Senada dengan hal itu, Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, menjelaskan bahwa ketergantungan terhadap impor bahan baku obat masih tinggi, terutama untuk produk berbasis kimia.
“Bahan baku farmasi masih tergantung dengan impor karena dari hulunya, petrokimia juga impor. Misalnya dari aromatik seharusnya bisa menghasilkan bahan baku obat. Tentu kami coba mensubstitusi dari bahan baku kimianya. Di hilirnya, sekitar 90% obat itu sudah dihasilkan di Indonesia,” terang Taufiek.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa sekitar 10% hingga 15% industri farmasi di Indonesia telah mulai beralih ke hilirisasi bahan baku lokal untuk produksi berbasis bahan alami. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing di pasar ekspor.
Penguatan Produk Berbasis Alam dan Industri Halal
Sejalan dengan strategi hilirisasi, Kemenperin juga berfokus pada pengembangan industri farmasi dan kosmetik berbasis bahan alam dan halal.
Agus menilai, sektor ini memiliki peluang besar untuk menjadi penggerak utama pertumbuhan industri halal global, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Mulai Oktober 2026, kebijakan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) akan diberlakukan secara wajib untuk produk kosmetik dan obat berbahan alam. Kebijakan ini dinilai sebagai tonggak penting dalam memastikan kualitas, keamanan, serta kehalalan produk di pasaran, sekaligus memperkuat kepercayaan konsumen domestik dan global.
“Kebijakan ini merupakan tonggak penting dalam memastikan kualitas, keamanan, dan kehalalan produk yang beredar di masyarakat, sekaligus memperkuat kepercayaan konsumen di pasar domestik dan global,” ujar Agus.
Selain itu, pengembangan industri halal juga dinilai akan membuka peluang ekonomi yang besar. Data menunjukkan, konsumsi umat Muslim global pada 2023 mencapai US$ 2,43 triliun di enam sektor ekonomi syariah, dan diperkirakan meningkat menjadi US$ 3,36 triliun pada 2028.
Potensi Ekonomi Farmasi dan Kosmetik Halal
Dari angka tersebut, konsumsi farmasi halal diprediksi mencapai US$ 149 miliar pada 2028, naik dari US$ 107 miliar pada 2023. Sementara itu, kosmetik halal juga mencatatkan potensi besar dengan proyeksi kenaikan dari US$ 87 miliar pada 2023 menjadi US$ 118 miliar pada 2028.
Kemenperin menilai, peluang ini perlu dimanfaatkan dengan memperkuat ekosistem industri nasional melalui kolaborasi lintas sektor. Dengan demikian, Indonesia dapat mengambil posisi strategis sebagai pusat industri halal global, sekaligus menjadi pemain utama dalam rantai pasok farmasi dan kosmetik berkelanjutan.
Melalui berbagai langkah strategis seperti hilirisasi, inovasi bahan lokal, dan penerapan prinsip keberlanjutan, pemerintah berkomitmen menjadikan industri farmasi dan kosmetik nasional tidak hanya mandiri, tetapi juga kompetitif secara global.
Upaya ini menjadi bagian dari visi besar Indonesia menuju kemandirian industri yang hijau, inklusif, dan berdaya saing tinggi, yang mampu menghadirkan manfaat ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.