JAKARTA - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya mempercepat penyelesaian backlog atau kekurangan perumahan yang saat ini mencapai sekitar 1,33 juta unit.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menjelaskan bahwa jumlah tersebut terdiri atas satu juta rumah tidak layak huni (RTLH) dan 330 ribu rumah tanpa kepemilikan sah atau sertifikat. Target penyelesaian backlog ini ditetapkan dalam kurun waktu lima tahun melalui berbagai program terarah dan kolaboratif.
Menurut Luthfi, setiap tahun pemerintah daerah telah menjalankan program perbaikan terhadap 17 ribu RTLH. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk dukungan dari pemerintah kabupaten/kota serta partisipasi dunia usaha melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Tahun 2025 ditargetkan berkurang 150 ribu rumah karena ada dukungan dari CSR dan kabupaten/kota yang ikut mengajukan,” ujarnya.
Luthfi menekankan, penanganan RTLH di Jawa Tengah juga merupakan bagian dari kontribusi daerah terhadap program nasional pembangunan tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Program ini tidak hanya bertujuan untuk menekan angka backlog, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memastikan setiap warga memiliki tempat tinggal yang layak dan aman.
Tren Penurunan Backlog dan Dukungan Kolaboratif
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Jawa Tengah, Beodya Dharmawan, menyampaikan bahwa angka backlog di provinsi ini menunjukkan tren penurunan signifikan dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan hasil desk bersama pemerintah kabupaten/kota, jumlah backlog kelayakan telah berkurang sekitar 150 ribu unit, sehingga kini tersisa sekitar 850 ribu unit rumah yang masih perlu ditangani.
“Penurunannya berasal dari berbagai sumber, mulai dari BPN, pemerintah provinsi, kabupaten, program CSR, dan partisipasi masyarakat yang juga besar,” kata Beodya.
Ia menambahkan, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam mempercepat capaian target perumahan layak huni. Pemerintah daerah berperan dalam koordinasi dan penyediaan data, sedangkan BPN membantu dalam legalitas kepemilikan tanah untuk mempercepat penerbitan sertifikat rumah.
Selain itu, keterlibatan sektor swasta dan masyarakat dalam pembangunan maupun perbaikan rumah turut mempercepat penanganan backlog.
Disperakim Jateng juga memastikan program bantuan perumahan terintegrasi dengan kebijakan pusat, baik dari segi pendanaan maupun pengawasan di lapangan, agar pelaksanaannya tetap transparan dan tepat sasaran.
Dukungan Pemerintah Pusat dan Program Pembiayaan
Menurut Beodya, penurunan backlog di Jawa Tengah tidak terlepas dari dukungan berbagai kebijakan pemerintah pusat.
Salah satu yang berperan besar adalah program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan, serta subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Program KUR diarahkan untuk mendukung pelaku usaha seperti UMKM, kontraktor, dan pengembang agar dapat mengakses pembiayaan dengan bunga rendah. Tujuannya adalah mempercepat proses pembangunan rumah tanpa menambah beban biaya yang tinggi.
“KUR ini bukan subsidi langsung ke masyarakat seperti FLPP, tapi lebih ke penunjang yang memberi kemudahan kredit bagi developer agar pembangunan bisa lebih cepat,” jelas Beodya.
Ia juga mengungkapkan bahwa bunga kredit bagi pengembang kini turun dari sekitar 10 persen menjadi 6–6,5 persen. Penurunan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak pengembang untuk berpartisipasi dalam pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat.
Dengan dukungan kredit yang lebih terjangkau, sektor perumahan dapat tumbuh lebih cepat dan berkelanjutan.
Optimisme Lima Tahun untuk Tuntas
Beodya menambahkan bahwa pemerintah pusat telah menyiapkan peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk program perumahan tahun depan.
Nilainya bahkan akan naik hingga delapan kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan alokasi ini akan difokuskan untuk mendanai pembangunan rumah bagi MBR dan memperbaiki RTLH di berbagai daerah.
“Kalau dukungan dari pusat meningkat, kami optimistis dalam lima tahun backlog kelayakan di Jawa Tengah bisa tuntas,” tegasnya. Pemerintah provinsi juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam pengajuan dan pelaksanaan program perumahan agar hasilnya lebih merata di seluruh wilayah.
Dengan berbagai dukungan tersebut, Jawa Tengah menargetkan setiap keluarga dapat memiliki rumah layak huni yang legal dan terjangkau. Program ini diharapkan tidak hanya mengurangi backlog, tetapi juga menjadi bagian dari pembangunan ekonomi daerah yang inklusif dan berkeadilan sosial.