JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kembali bersiap menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Gedung Manajemen Garuda, Bandara Soekarno-Hatta, pada Rabu 22 November mendatang.
Rapat tersebut menjadi momen penting bagi maskapai pelat merah ini dalam melanjutkan agenda restrukturisasi besar-besaran guna memperkuat posisi keuangan sekaligus memastikan keberlanjutan operasional perusahaan.
RUPSLB kali ini memuat empat mata acara utama yang saling berkaitan dan menjadi bagian dari roadmap penyehatan keuangan Garuda Indonesia.
Di antara agenda itu, yang paling menonjol adalah rencana penambahan modal melalui mekanisme Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) serta pengalihan aset bernilai besar.
Langkah strategis ini menjadi kelanjutan dari RUPSLB pada 30 Juni 2025, yang sebelumnya telah menyetujui rancangan restrukturisasi menyeluruh untuk menyelamatkan Garuda dari tekanan finansial akibat pandemi dan beban utang tinggi.
Fokus Pertama: Tambah Modal Lewat PMTHMETD
Manajemen Garuda Indonesia menegaskan bahwa penambahan modal tanpa HMETD ini menjadi langkah kunci dalam memperbaiki struktur keuangan perusahaan.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), kebijakan ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut atas hasil keputusan RUPSLB sebelumnya yang telah menyetujui rancangan restrukturisasi besar perseroan.
Dalam rencana tersebut, Garuda akan menambah modal senilai US$ 1,84 miliar atau sekitar Rp30,57 triliun (kurs Rp16.617 per dolar AS). Dana tersebut akan berasal dari setoran modal tunai dan konversi pinjaman pemegang saham, yakni PT Danantara Asset Management (DAM).
Dari total nilai itu, DAM akan menyetor modal secara tunai sebanyak-banyaknya US$ 1,44 miliar, dengan cara mengambil bagian atas saham baru yang diterbitkan melalui mekanisme PMTHMETD.
Dana hasil penambahan modal ini akan digunakan secara proporsional untuk memperkuat kinerja keuangan dan operasional.
Sebesar 29% dialokasikan untuk pembiayaan modal kerja dan perawatan pesawat, 37% untuk peningkatan operasional anak usaha Citilink, 22% untuk ekspansi armada Garuda dan Citilink, serta 12% untuk pelunasan utang bahan bakar Citilink kepada Pertamina periode 2019–2021.
Dengan langkah ini, Garuda berharap dapat memperkuat posisi kas, mengurangi beban utang, dan meningkatkan efisiensi biaya operasional agar kinerja bisnis maskapai semakin stabil.
Fokus Kedua: Pengalihan Aset Bernilai Lebih dari 50%
Selain agenda penambahan modal, RUPSLB juga akan membahas rencana pengalihan aset perusahaan yang nilainya lebih dari 50% dari total kekayaan bersih Garuda Indonesia.
Pengalihan ini mencakup pemindahtanganan dan penghapusbukuan sejumlah aset, mulai dari pesawat aktif, aset pesawat yang tidak lagi digunakan (unused aircraft), Low Value Asset (LVA), hingga Unit Load Device (ULD) atau peralatan kargo.
Dalam keterangan resminya, manajemen menyebut bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya efisiensi aset dan penataan struktur kekayaan perusahaan agar lebih produktif. “Persetujuan pengalihan kekayaan Perseroan yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi BEI.
Pengalihan ini diharapkan dapat mengurangi beban perawatan aset tidak produktif serta memberikan ruang likuiditas yang lebih besar bagi perusahaan untuk fokus pada aset-aset bernilai strategis.
Fokus Ketiga dan Keempat: Delegasi Kewenangan dan RJPP
Selain dua agenda utama tersebut, RUPSLB juga akan membahas pelimpahan kewenangan pengalihan kekayaan Garuda Indonesia.
Langkah ini dimaksudkan agar manajemen memiliki fleksibilitas dalam menindaklanjuti keputusan restrukturisasi tanpa harus menunggu persetujuan tambahan dari pemegang saham untuk setiap transaksi.
Sementara itu, agenda keempat dalam RUPSLB adalah pembahasan dan persetujuan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Garuda Indonesia.
Dokumen RJPP ini akan menjadi panduan arah bisnis Garuda untuk lima tahun ke depan, termasuk strategi ekspansi, efisiensi operasional, dan peningkatan kualitas layanan penerbangan nasional.
RJPP juga menjadi amanat dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU BUMN, yang mengharuskan setiap badan usaha milik negara memiliki rencana bisnis jangka panjang berbasis tata kelola korporasi yang sehat dan transparan.
Danantara Jadi Kunci Dukungan Finansial Garuda
Keterlibatan PT Danantara Asset Management (DAM) menjadi sorotan penting dalam restrukturisasi ini. Sebagai pemegang saham sekaligus penyedia dana segar, Danantara berperan besar dalam menjaga likuiditas dan mendukung stabilitas keuangan Garuda Indonesia.
Melalui penyertaan modal ini, Danantara diharapkan tidak hanya membantu memperkuat struktur permodalan, tetapi juga memberikan kepercayaan baru kepada pasar bahwa Garuda siap bangkit secara berkelanjutan.
Selain itu, kolaborasi ini juga menunjukkan upaya konsolidasi BUMN di bawah arahan pemerintah, agar Garuda tetap memiliki daya saing tinggi di tengah ketatnya industri penerbangan pascapandemi.
Momentum Penting bagi Kebangkitan Garuda Indonesia
RUPSLB pada November mendatang menjadi momentum strategis bagi Garuda Indonesia dalam melanjutkan fase pemulihan menyeluruh. Dengan agenda penambahan modal, pengalihan aset, dan pembahasan RJPP, manajemen berupaya memastikan bahwa arah bisnis ke depan lebih efisien, sehat, dan kompetitif.
Restrukturisasi ini diharapkan dapat memperkuat posisi Garuda sebagai maskapai nasional yang tangguh dan berdaya saing global.
Setelah melalui masa krisis panjang, langkah-langkah strategis ini diharapkan menjadi fondasi bagi Garuda untuk kembali mengudara dengan keuangan yang stabil, layanan yang prima, dan visi pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.