JAKARTA - Langkah besar kembali diambil Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menuntaskan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Pada Senin 20 Oktober 2025, lembaga tersebut resmi menyerahkan uang sitaan senilai Rp13 triliun ke kas negara. Dana fantastis ini merupakan hasil penyitaan dari tiga korporasi besar yang terlibat dalam perkara rasuah tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, mengungkapkan bahwa penyerahan uang ini menjadi bagian dari upaya pemulihan kerugian negara.
“Uang titipan tiga grup korporasi total sebesar Rp13 triliun yang sudah disita Senin diserahkan ke negara,” jelas Sutikno saat dikonfirmasi.
Rinciannya: Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau
Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa sebagian besar dana sitaan berasal dari Wilmar Group. Perusahaan agribisnis raksasa itu menyerahkan Rp11,8 triliun kepada Kejagung pada 17 Juni 2025. Disusul oleh Musim Mas Group yang menyetor Rp1,8 triliun, dan Permata Hijau Group sebesar Rp186 miliar pada 2 Juli 2025.
Jika dijumlahkan, total uang yang berhasil disita dari ketiga korporasi tersebut mencapai Rp13 triliun. Dana tersebut kini resmi diserahkan kepada negara untuk digunakan dalam proses pemulihan kerugian keuangan negara akibat praktik korupsi yang melibatkan pemberian fasilitas ekspor CPO.
Masih Ada Rp4 Triliun yang Belum Dibayarkan
Meski jumlah Rp13 triliun telah disetorkan, Kejagung menegaskan bahwa perkara ini belum sepenuhnya tuntas. Masih terdapat Rp4 triliun yang belum dibayarkan oleh dua korporasi, yakni Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Sutikno menegaskan, pihaknya akan terus menagih kekurangan dana tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jika kedua grup tidak memenuhi kewajiban pembayaran uang pengganti tersebut, maka barang bukti (BB) yang telah disita sebelumnya akan dilelang untuk menutupi sisa kerugian.
“Sedangkan sisanya sebesar Rp4 triliun ditagihkan kepada dua grup korporasi yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Kalau tidak dibayar, maka barang bukti kedua grup tersebut dilelang,” pungkas Sutikno.
Upaya Kejagung Pulihkan Keuangan Negara
Penyerahan uang sitaan ini menjadi salah satu langkah konkret Kejagung dalam menjalankan mandat penegakan hukum sekaligus pemulihan aset negara.
Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga tersebut memang gencar menindak berbagai kasus korupsi di sektor strategis, termasuk sektor perdagangan dan ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan fasilitas ekspor CPO oleh sejumlah korporasi besar yang menyebabkan kerugian signifikan bagi negara. Melalui proses hukum panjang dan penyitaan aset dalam dua tahap, Kejagung akhirnya berhasil mengumpulkan uang sitaan dalam jumlah yang sangat besar.
Langkah Kejagung ini sekaligus menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi di Indonesia kini semakin tegas, terutama terhadap perusahaan yang beroperasi di sektor strategis dengan pengaruh besar terhadap perekonomian nasional.
Dana Sitaan untuk Pemulihan Kerugian Negara
Uang Rp13 triliun yang telah diserahkan ke negara bukan sekadar angka besar, melainkan menjadi simbol keberhasilan penegakan hukum dan pemulihan keuangan negara. '
Dana tersebut nantinya akan dikelola sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh pemerintah, dengan fokus utama untuk menutup kerugian akibat pelanggaran yang terjadi dalam praktik ekspor CPO.
Selain itu, langkah ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi korporasi lain agar tidak melakukan penyimpangan dalam kegiatan usaha yang melibatkan izin dan fasilitas dari pemerintah.
“Uang ini akan digunakan untuk pemulihan kerugian negara dan memastikan bahwa keadilan ekonomi ditegakkan,” ujar Sutikno.
Proses Hukum Jadi Momentum Transparansi Korporasi
Kasus ini juga menandai pentingnya transparansi dan tata kelola perusahaan (good corporate governance) di industri sawit nasional.
Pemerintah menegaskan bahwa sektor CPO, yang menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia, harus dikelola dengan jujur dan sesuai ketentuan hukum agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian maupun reputasi Indonesia di mata internasional.
Dengan penyerahan uang sitaan ini, Kejagung berharap seluruh pihak yang terlibat dalam industri sawit dapat memperbaiki tata kelola usahanya serta memperkuat komitmen terhadap praktik bisnis berintegritas.
Penegakan Hukum Sebagai Upaya Reformasi Ekonomi
Penyerahan uang sitaan sebesar Rp13 triliun tersebut bukan hanya soal nominal besar yang berhasil dikembalikan kepada negara, tetapi juga simbol dari keseriusan pemerintah dalam menegakkan hukum di sektor ekonomi strategis.
Kasus pemberian fasilitas ekspor CPO menjadi pelajaran penting bahwa pelanggaran dalam skala besar akan tetap diusut hingga tuntas, tanpa memandang siapa pelakunya.
Kejagung memastikan proses hukum tidak hanya berhenti pada penyitaan, tetapi juga terus berlanjut hingga semua kewajiban korporasi terpenuhi.
Dengan demikian, langkah Kejagung ini bukan sekadar mengembalikan uang negara, melainkan juga memulihkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan tata kelola bisnis di Indonesia.
Kejagung telah menyerahkan Rp13 triliun uang sitaan kasus ekspor CPO ke kas negara, sementara Rp4 triliun sisanya masih dalam proses penagihan.
Penegakan hukum ini menegaskan komitmen negara dalam menjaga integritas sektor ekonomi strategis sekaligus memastikan keadilan dan transparansi di dunia usaha.