Harga Emas Tembus Rekor, BRMS hingga MDKA Panen Keuntungan

Senin, 20 Oktober 2025 | 10:48:27 WIB
Harga Emas Tembus Rekor, BRMS hingga MDKA Panen Keuntungan

JAKARTA - Kenaikan tajam harga emas dunia membuka peluang besar bagi emiten tambang Tanah Air untuk memetik keuntungan signifikan. 

Dalam beberapa bulan terakhir, reli harga emas yang menembus rekor baru mendorong minat investor terhadap saham-saham sektor logam mulia. Fenomena ini membuat perusahaan tambang emas kembali menjadi primadona di pasar modal, terutama bagi emiten yang memiliki cadangan besar dan produksi yang stabil.

Harga emas dunia secara year to date (YtD) telah melesat 61,03% ke US$4.251,45 per troy ounce, bahkan sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$4.392 per troy ounce. 

Kondisi tersebut menjadi berkah bagi sejumlah emiten dengan lini bisnis pertambangan emas seperti BRMS, MDKA, UNTR, ANTM, hingga AMMN yang kini menatap peluang kinerja cemerlang sepanjang tahun.

Menurut riset Stockbit Sekuritas, ada dua kelompok besar emiten emas yang melantai di bursa, yakni perusahaan dengan model bisnis pertambangan dan yang bergerak di bidang perdagangan atau refinery. Keduanya memiliki penggerak keuntungan yang berbeda, namun sama-sama diuntungkan oleh kenaikan harga emas yang tinggi.

BRMS Diproyeksi Catat Kenaikan Produksi Tertinggi

Dari kelompok penambang emas murni, BRMS menjadi salah satu pemain yang paling diunggulkan dengan potensi kenaikan produksi hingga 16% YoY pada 2026. 

Emiten afiliasi Grup Bakrie dan Salim ini memiliki cadangan emas terbesar mencapai 4.622 kilo-ounce (kOz) dan sumber daya hingga 10.592 kOz dari empat aset tambang yang dikelola.

Output maksimum BRMS berada di kisaran 96.200–106.300 ounce per tahun. Sementara ARCI menyimpan cadangan 3.884 kOz dengan sumber daya 5.528 kOz dan produksi maksimum 154.300 ounce per tahun. 

PSAB memiliki empat aset tambang dengan cadangan 2.450 kOz dan sumber daya 5.809 kOz, serta output maksimum mencapai 361.000 ounce per tahun.

Kinerja BRMS pada semester I/2025 menunjukkan pertumbuhan penjualan 97,27% YoY menjadi US$120 juta, didorong kenaikan produksi dan harga jual emas. Laba bersihnya pun melesat 136,05% YoY menjadi US$22,26 juta. 

Riset Panin Sekuritas menyebut, reli harga emas global memperkuat prospek keuangan BRMS, dengan potensi pertumbuhan pendapatan hingga 67,28% dan laba bersih hampir dua kali lipat di 2025.

Kinerja UNTR dan MDKA Kian Menonjol

United Tractors (UNTR) juga menunjukkan performa solid dengan pertumbuhan pendapatan bersih 6% YoY menjadi Rp68,5 triliun pada semester pertama 2025. 

Segmen pertambangan emasnya menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar, naik lebih dari 60% menjadi Rp7 triliun. Penjualan setara emas mencapai 125.000 ounce, meningkat 14% dibanding tahun lalu.

J.P Morgan memproyeksi kontribusi segmen tambang emas UNTR akan terus meningkat. Akuisisi proyek tambang emas Doup dari PSAB, yang diharapkan rampung pada akhir 2025, diyakini dapat menambah produksi hingga 155.000 ounce per tahun mulai 2028. 

Potensi laba bersih dari proyek ini ditaksir bisa mencapai US$220 juta per tahun, atau sekitar Rp8 triliun. Sementara itu, Merdeka Copper Gold (MDKA) tengah fokus pada proyek Emas Pani yang diproyeksikan mulai berproduksi pada kuartal I 2026. 

Meski pendapatan semester I/2025 turun 21,87% YoY menjadi US$854,5 juta, segmen emas justru naik 15% menjadi 59.535 ounce. Analis Maybank Sekuritas memperkirakan pendapatan MDKA sepanjang 2025 naik menjadi US$2,5 miliar, dengan proyeksi laba bersih 2026 mencapai US$185,8 juta. 

Tahun depan diprediksi menjadi titik balik penting bagi MDKA seiring beroperasinya proyek baru dan peningkatan kapasitas proyek AIM.

Antam dan Amman Mineral Hadapi Tantangan Berbeda

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berhasil mencatatkan lonjakan penjualan 154,51% YoY menjadi Rp59,01 triliun pada semester I/2025, dengan segmen emas berkontribusi hingga Rp49,53 triliun. Laba bersih pun menanjak 202,89% menjadi Rp4,70 triliun. 

Riset J.P Morgan memperkirakan pendapatan ANTM dapat menembus Rp92,28 triliun di akhir tahun dan terus tumbuh hingga Rp122,81 triliun pada 2027. Namun, pasokan emas yang berkurang dari Freeport diperkirakan menjadi tantangan, karena ANTM harus mengandalkan penambang skala kecil untuk menjaga volume penjualan.

Berbeda dengan ANTM, Amman Mineral International (AMMN) menghadapi tekanan akibat kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga. Pendapatan bersih semester I/2025 turun tajam menjadi US$182,59 juta dari US$1,54 miliar pada tahun sebelumnya, membuat perusahaan mencatat rugi bersih US$146 juta. 

Produksi konsentrat mencapai 191.657 dry metric ton (dmt), setara dengan 89 juta pon tembaga dan sekitar 60.000 ounce emas. Ajaib Sekuritas memperkirakan penjualan AMMN 2025 turun menjadi US$1,12 miliar, namun akan pulih pada 2026 seiring percepatan operasional smelter. 

Dengan proyeksi penjualan US$2,76 miliar dan laba bersih Rp231 juta tahun depan, potensi pemulihan masih terbuka lebar. Faktor pendorong utama meliputi kenaikan harga komoditas, penyelesaian proyek tepat waktu, serta efisiensi biaya operasional.

Prospek Cerah Emiten Tambang di Tengah Rekor Emas

Reli harga emas yang terus berlanjut menjadi pendorong utama optimisme bagi industri tambang logam mulia. Emiten seperti BRMS, UNTR, MDKA, ANTM, dan AMMN kini berada di jalur positif untuk memperkuat posisi keuangannya. 

Kenaikan harga yang signifikan tidak hanya meningkatkan margin, tetapi juga menarik arus investasi baru ke sektor ini.

Dengan cadangan emas besar, efisiensi operasional, dan strategi ekspansi tambang yang agresif, para emiten emas nasional siap memanfaatkan momentum “gold rush” baru ini. 

Jika tren positif harga emas berlanjut hingga akhir tahun, sektor pertambangan emas diyakini menjadi salah satu pilar utama penggerak bursa saham Indonesia di 2025.

Terkini