JAKARTA - Harapan besar publik sepak bola Indonesia untuk melihat tim nasional berlaga di Piala Dunia 2026 akhirnya pupus.
Tim Garuda dipastikan tersingkir dari kualifikasi setelah menelan kekalahan tipis 0–1 dari Irak dalam laga terakhir Grup B putaran keempat zona Asia, Minggu (12 Oktober 2025. Kekalahan ini membuat Indonesia menutup babak kualifikasi tanpa satu pun poin dari dua pertandingan.
Pelatih timnas Indonesia, Patrick Kluivert, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya atas hasil tersebut. Ia menilai timnya telah menunjukkan permainan terbaik dan semangat juang tinggi, namun hasil akhir kembali tidak berpihak kepada mereka.
“Pertama-tama saya sangat kecewa. Jika melihat jalannya pertandingan, kami tampil jauh lebih baik, tetapi hasilnya lagi-lagi tidak berpihak kepada kami,” ujar Kluivert dalam sesi jumpa pers usai laga, seperti dikutip dari rekaman audio yang diterima pewarta.
Pertandingan yang digelar di Stadion King Abdullah itu menjadi laga hidup-mati bagi Indonesia untuk menjaga asa lolos ke putaran kelima.
Namun, satu kesalahan kecil di lini belakang harus dibayar mahal ketika Irak memanfaatkan peluang untuk mencetak gol tunggal yang menentukan. Meski para pemain Indonesia berjuang keras hingga menit akhir, skor tetap tidak berubah.
Kluivert menilai bahwa timnya sejatinya tampil solid dan mampu mengimbangi permainan Irak yang secara peringkat FIFA jauh di atas Indonesia. Namun, ia menyebut faktor efisiensi dalam memanfaatkan peluang menjadi perbedaan utama di pertandingan tersebut.
“Saya sangat bangga dengan para pemain yang menunjukkan hati dan keberanian mereka di lapangan. Kami menciptakan peluang dan bermain sangat baik, tetapi satu momen bisa mengubah segalanya. Kami kalah karena satu aksi dan itu sangat menyakitkan,” kata pelatih asal Belanda tersebut.
Indonesia sebelumnya juga harus menelan kekalahan 2–3 dari Arab Saudi pada laga perdana grup. Hasil itu membuat langkah Garuda semakin berat karena hanya dua tim teratas dari setiap grup yang berhak melaju ke babak berikutnya. Dengan dua kekalahan beruntun, Indonesia menempati posisi ketiga atau terakhir dengan nol poin.
Meski hasilnya mengecewakan, Kluivert menegaskan bahwa ia tidak akan menyalahkan para pemain. Baginya, kegagalan ini justru menunjukkan betapa keras perjuangan tim sejak babak awal kualifikasi.
“Menurut saya, kami berkembang sebagai tim, secara individual dan kolektif. Yeah, dan impian ke Piala Dunia telah lepas dari genggaman kami dan kekecewaan bukan hanya milik saya, namun seluruh negeri Indonesia,” ujar mantan penyerang Barcelona itu.
Pelatih berusia 49 tahun itu juga mengakui bahwa seluruh elemen tim merasa terpukul. Tidak hanya para pemain, tetapi juga staf pelatih dan pendukung di seluruh Indonesia.
Meski demikian, Kluivert menilai bahwa perjalanan panjang selama kualifikasi telah membuktikan adanya kemajuan nyata dalam kualitas permainan timnas Indonesia.
Menurutnya, para pemain muda seperti Jay Idzes, Marselino Ferdinan, dan Pratama Arhan telah menunjukkan kedewasaan dalam bermain melawan tim-tim papan atas Asia. Kluivert menolak anggapan bahwa timnya gagal karena faktor usia muda atau kurangnya pengalaman internasional.
“Tidak, mereka tidak terlalu muda. Mereka bermain luar biasa melawan tim-tim besar seperti Arab Saudi dan Irak yang berada di peringkat 50-an dunia, sementara kami peringkat 118. Itu bukti kemajuan yang sangat besar,” ujar Kluivert dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa perbedaan hasil di level internasional sering kali ditentukan oleh hal-hal kecil seperti konsentrasi, efektivitas penyelesaian akhir, dan pengalaman mengelola tekanan dalam pertandingan besar. Hal ini menjadi catatan penting bagi skuad Garuda untuk memperbaiki diri di masa depan.
Meski gagal melangkah ke putaran berikutnya, perjalanan Indonesia di bawah asuhan Kluivert mendapat banyak apresiasi dari penggemar dan pengamat sepak bola nasional.
Dalam beberapa pertandingan sebelumnya, tim Garuda dinilai mampu tampil disiplin dengan pola permainan yang lebih terorganisir dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kehadiran Kluivert yang berpengalaman sebagai pemain top dunia juga dianggap membawa pengaruh besar terhadap mentalitas para pemain. Ia dikenal menanamkan filosofi bermain ofensif dan berani mengambil risiko, sesuatu yang jarang terlihat dalam permainan timnas Indonesia di masa lalu.
Kluivert menyebut bahwa kegagalan kali ini bukan akhir dari segalanya. Ia ingin agar pengalaman di kualifikasi Piala Dunia 2026 dijadikan pembelajaran berharga untuk menghadapi turnamen besar berikutnya.
“Kami tidak akan berhenti di sini. Masih banyak kompetisi lain yang menunggu, dan tim ini memiliki masa depan yang cerah,” katanya optimistis.
Bagi banyak penggemar, tersingkirnya Indonesia memang meninggalkan kekecewaan mendalam. Namun, semangat juang para pemain dianggap telah memberi harapan baru bagi perkembangan sepak bola nasional.
Banyak pihak menilai bahwa dengan pembinaan yang konsisten dan kompetisi domestik yang semakin kuat, impian tampil di Piala Dunia bukanlah hal yang mustahil di masa mendatang.
Sementara itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir sebelumnya juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas belum tercapainya target menuju Piala Dunia 2026.
Ia berjanji federasi akan terus mendukung peningkatan kualitas timnas melalui program pembinaan berkelanjutan dan peningkatan infrastruktur sepak bola nasional.
Kini, fokus Kluivert dan tim pelatih akan beralih ke persiapan menghadapi ajang berikutnya, termasuk Piala Asia dan turnamen persahabatan FIFA Matchday.
Dengan waktu pemulihan dan evaluasi yang cukup, pelatih asal Belanda itu diyakini akan memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat fondasi permainan tim.
Kekalahan dari Irak mungkin menutup satu bab penting dalam perjalanan menuju Piala Dunia, tetapi juga membuka babak baru untuk kebangkitan sepak bola Indonesia.
Seperti yang dikatakan Kluivert, “Kami kalah karena satu momen, tetapi kami telah menunjukkan keberanian. Dan dari keberanian itulah masa depan tim ini akan dibangun.”