Garuda Indonesia Terima Rp30 Triliun dari Danantara, Fokus Benahi Citilink dan Armada

Rabu, 08 Oktober 2025 | 13:35:54 WIB
Garuda Indonesia Terima Rp30 Triliun dari Danantara, Fokus Benahi Citilink dan Armada

JAKARTA - Langkah strategis menyelamatkan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) kembali mendapat titik terang. 

Melalui skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan menyuntikkan dana segar hingga Rp30,31 triliun ke maskapai pelat merah tersebut. 

Kucuran dana jumbo ini bukan hanya sekadar penyelamatan, tetapi juga menjadi fondasi baru dalam restrukturisasi bisnis Garuda, termasuk memperkuat lini anak usaha utamanya, Citilink.

Suntikan Modal Jumbo untuk Garuda

Berdasarkan keterbukaan informasi pada Selasa 7 Oktober 2025, PT Danantara Asset Management (Persero) bakal menyetorkan modal tunai senilai US$1,44 miliar atau sekitar Rp23,66 triliun. 

Selain itu, Danantara juga akan mengonversi pinjaman pemegang saham (shareholder loan/SHL) sebesar US$405 juta atau Rp6,65 triliun menjadi saham baru Garuda. Dengan demikian, total nilai private placement ini mencapai US$1,84 miliar atau setara Rp30,31 triliun.

Namun, langkah ini masih menunggu restu dari para pemegang saham. Garuda telah menjadwalkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025. Persetujuan ini menjadi krusial agar skema penyuntikan modal berjalan sesuai rencana.

Kondisi Keuangan Garuda yang Masih Tertekan

Meski sempat melakukan restrukturisasi utang pada 2022, kondisi keuangan Garuda hingga kini masih menghadapi tantangan berat. Perusahaan masih membukukan ekuitas negatif akibat liabilitas yang lebih tinggi dibanding asetnya.

Data per 30 Juni 2025 menunjukkan, aset Garuda tercatat sebesar US$6,51 miliar, sedangkan liabilitasnya mencapai US$8,01 miliar. Dengan demikian, posisi ekuitas negatif Garuda mencapai US$1,49 miliar.

Tak hanya itu, kinerja keuangan Garuda juga masih diwarnai kerugian. Pada semester I/2025, perseroan melaporkan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$143,7 juta atau sekitar Rp2,33 triliun (kurs Jisdor Rp16.231/US$). 

Angka ini membengkak 41,36% dibanding rugi pada periode yang sama tahun lalu senilai US$101,65 juta atau Rp1,64 triliun.

Dari sisi pendapatan usaha, Garuda juga mengalami penurunan 4,47% secara tahunan (yoy). Pada paruh pertama 2025, pendapatan usaha Garuda tercatat sebesar US$1,54 miliar, turun dari US$1,62 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Perincian Penggunaan Dana Rp30 Triliun

Manajemen Garuda menegaskan bahwa dana hasil private placement dari Danantara akan digunakan secara terarah untuk menopang keberlangsungan usaha dan memperkuat fondasi operasional. Alokasi dana ini meliputi:

29% dialokasikan untuk pembiayaan modal kerja dan operasional Garuda, termasuk pembayaran biaya perawatan serta perbaikan pesawat.

37% difokuskan pada peningkatan modal anak usaha Citilink, yang juga meliputi kebutuhan operasional dan perawatan armada.

22% ditujukan bagi ekspansi armada Garuda dan Citilink, guna meningkatkan kapasitas dan layanan penerbangan.

12% dipergunakan untuk meningkatkan modal Citilink, khususnya membayar utang pembelian bahan bakar dari Pertamina periode 2019–2021.

Dengan porsi terbesar dialokasikan ke Citilink, jelas terlihat bahwa Garuda berupaya memperkuat posisi anak usahanya sebagai lini bisnis yang berpotensi menopang pemulihan kinerja grup secara keseluruhan.

Harapan dari Aksi Korporasi

Manajemen Garuda menyampaikan, pelaksanaan PMTHMETD ini bukan hanya soal menambah modal, melainkan bagian dari upaya menyeluruh untuk memperbaiki struktur keuangan, meningkatkan likuiditas, sekaligus mendukung keberlanjutan usaha jangka panjang.

Selama ini, hambatan transformasi Garuda masih cukup besar. Belum terealisasinya rights issue tahap II, belum tercapainya ekuitas positif, hingga potensi delisting di bursa menjadi ancaman nyata. 

Di sisi operasional, kenaikan biaya perawatan armada dan lambatnya pemulihan trafik penerbangan juga menjadi faktor yang menghambat kinerja.

Dengan masuknya Danantara, diharapkan kondisi tersebut bisa perlahan teratasi. Restrukturisasi ini diyakini mampu menciptakan titik balik bagi Garuda untuk kembali pulih dan bersaing di industri penerbangan, baik di pasar domestik maupun internasional.

Risiko Dilusi Saham Publik

Meski membawa harapan besar, aksi korporasi ini juga memiliki konsekuensi. Usai PMTHMETD dilaksanakan, kepemilikan saham publik Garuda diperkirakan akan terdilusi cukup signifikan, dari sebelumnya 27,46% menjadi hanya 5,03%.

Bagi investor publik, hal ini tentu perlu menjadi perhatian. Namun, manajemen Garuda menilai langkah tersebut adalah pilihan realistis demi menyelamatkan perusahaan dan memastikan keberlangsungan bisnis di tengah tantangan global.

Menuju Babak Baru Garuda Indonesia

Sebagai maskapai nasional, perjalanan Garuda Indonesia selama beberapa tahun terakhir memang penuh liku. Mulai dari krisis utang, pandemi, hingga tekanan biaya operasional, semua menjadi ujian berat bagi keberlangsungan usaha. 

Kini, melalui suntikan modal jumbo dari Danantara, Garuda memiliki kesempatan untuk menata kembali fondasi bisnisnya.

Dengan strategi yang jelas—memperkuat Citilink, menjaga armada tetap prima, dan membuka ruang ekspansi—Garuda berpeluang memasuki babak baru.

Kendati masih menghadapi tantangan, langkah ini menjadi sinyal positif bahwa restrukturisasi Garuda bukan sekadar wacana, melainkan aksi nyata untuk mengembalikan maskapai kebanggaan Indonesia ke jalur yang lebih sehat.

Terkini