WTO Menangkan Indonesia, Industri Baja Hadapi Ujian Daya Saing Global

Rabu, 08 Oktober 2025 | 09:53:13 WIB
WTO Menangkan Indonesia, Industri Baja Hadapi Ujian Daya Saing Global

JAKARTA - Kemenangan Indonesia dalam sengketa baja nirkarat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) disambut sebagai kabar baik bagi pelaku industri. 

Namun, di balik peluang terbukanya kembali pasar Eropa, tantangan yang lebih besar menanti: apakah industri baja nasional siap bersaing dalam kompetisi global yang ketat?

Putusan Panel WTO yang dirilis pada 2 Oktober 2025 menyatakan sebagian besar tindakan Uni Eropa dalam mengenakan bea masuk imbalan atau countervailing duties (CVD) tidak sesuai dengan aturan WTO, khususnya Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM Agreement). 

Dengan keputusan ini, pintu ekspor baja nirkarat Indonesia berpotensi kembali terbuka lebar.

WTO Tegaskan Kebijakan Ekspor Indonesia Sah

Panel WTO menegaskan bahwa kebijakan ekspor nikel Indonesia tidak menyebabkan harga bahan baku stainless steel berada di bawah harga wajar. Selain itu, fasilitas pengecualian bea masuk di kawasan berikat juga tidak dikategorikan sebagai subsidi ilegal.

Artinya, tuduhan Uni Eropa yang menjadi dasar pengenaan CVD terbantahkan. Dengan begitu, hambatan yang selama ini mengurangi daya saing baja nirkarat Indonesia di Eropa bisa segera dihapuskan.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menilai kemenangan ini penting sebagai jaminan akses pasar Indonesia di kancah internasional.

“Ini pencapaian penting untuk memastikan akses pasar Indonesia tetap terbuka di Uni Eropa maupun negara lain. Kami berharap Uni Eropa menghormati putusan WTO dan segera mencabut bea masuk imbalan yang tidak sesuai aturan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Sinyal Positif bagi Dunia Usaha

Dari sisi pelaku usaha, keputusan WTO memberi sinyal positif. Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menyebut putusan ini menjadi peluang besar agar produk baja nirkarat Indonesia kembali bersaing secara adil di pasar Eropa.

Namun, ia menekankan bahwa kemenangan di meja hukum internasional belum tentu otomatis menjamin kesuksesan di pasar.

“Putusan ini memang membuka pintu peluang, tetapi keberhasilan memanfaatkannya sangat tergantung pada kemampuan industri nasional meningkatkan produktivitas, efisiensi biaya, serta memenuhi standar mutu dan keberlanjutan yang disyaratkan pasar global, khususnya Eropa,” ujar Anne.

Tantangan dari China hingga Eropa Timur

Persaingan global di sektor baja tetap ketat. Indonesia masih berhadapan dengan pemain besar seperti China, India, dan negara-negara Eropa Timur yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, efisiensi tinggi, dan jaringan distribusi yang mapan.

Bahkan jika tarif CVD Uni Eropa dicabut, industri dalam negeri tetap dituntut untuk memperbaiki daya saing biaya produksi, memperkuat rantai pasok, hingga menyesuaikan diri dengan tuntutan green industry yang kini menjadi standar baru di pasar Eropa.

Peluang untuk Pasar Domestik dan Ekspor

Wakil Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo, Rahmat Harsono, melihat peluang dari sisi lain. Ia menyebut bahwa meningkatnya produksi baja nirkarat domestik tidak hanya bermanfaat untuk pasar ekspor, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dengan begitu, keberhasilan industri baja nasional bukan hanya soal menembus pasar global, melainkan juga memperkuat struktur industri domestik dan memperbaiki neraca perdagangan.

“Peningkatan produksi dalam negeri diyakini akan membantu memperbaiki neraca perdagangan, terutama dengan mengurangi ketergantungan pada impor baja tertentu,” jelas Rahmat.

Potensi Lonjakan Ekspor 15–20%

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menambahkan bahwa prospek ekspor baja nirkarat bisa meningkat signifikan pada 2026.

“Dengan dihapusnya bea masuk yang selama ini mencapai 10%-21%, hambatan harga ekspor akan berkurang. Harga baja nirkarat Indonesia di perbatasan Eropa kembali kompetitif,” kata Rizal.

Ia memperkirakan ekspor bisa tumbuh antara 15% hingga 20% pada 2026, bergantung pada seberapa cepat Uni Eropa mencabut tarif resmi.

Momentum untuk Reformasi Industri

Meski peluang ekspor terbuka, para analis sepakat bahwa industri baja nasional perlu menjadikan kemenangan di WTO ini sebagai momentum untuk melakukan pembenahan. 

Investasi di bidang teknologi, efisiensi energi, serta kepatuhan pada standar lingkungan hidup harus menjadi prioritas agar produk Indonesia benar-benar mampu bersaing di pasar premium seperti Uni Eropa.

Selain itu, strategi diversifikasi pasar juga penting. Ketergantungan pada satu kawasan bisa berisiko jika terjadi perubahan kebijakan dagang. Pasar nontradisional di Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin bisa menjadi sasaran berikutnya bagi ekspor baja nirkarat Indonesia.

Kesimpulan

Kemenangan Indonesia di WTO atas sengketa baja nirkarat dengan Uni Eropa memang menjadi kabar baik yang memberi napas baru bagi industri nasional. 

Namun, kemenangan hukum hanyalah pintu masuk. Tantangan berikutnya adalah bagaimana industri baja Indonesia bisa menjaga momentum, meningkatkan daya saing, dan memenuhi standar tinggi pasar global.

Jika langkah perbaikan internal dijalankan dengan serius, peluang untuk menjadikan baja nirkarat sebagai komoditas andalan ekspor bukan sekadar harapan, melainkan kenyataan.

Terkini