KFC Indonesia Hadapi Gelombang Penutupan Gerai dan PHK 2025

Jumat, 03 Oktober 2025 | 11:41:08 WIB
KFC Indonesia Hadapi Gelombang Penutupan Gerai dan PHK 2025

JAKARTA - Bisnis jaringan restoran cepat saji KFC di Indonesia yang dikelola oleh PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST) kembali menjadi sorotan. Setelah bertahun-tahun berjuang dari hantaman pandemi Covid-19, perusahaan ini kini masih harus menghadapi tekanan lain yang tak kalah berat. 

Tahun 2025, tantangan baru datang bertubi-tubi, membuat FAST kembali menutup belasan gerai dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Situasi ini menunjukkan bahwa pemulihan penuh bagi bisnis ritel makanan cepat saji belum sepenuhnya tercapai, meskipun pandemi sudah berakhir.

Bahkan, sejumlah faktor eksternal seperti sentimen boikot, daya beli masyarakat yang melemah, hingga habisnya kontrak sewa lokasi, membuat FAST harus terus menata ulang strategi bisnisnya.

Belasan Gerai KFC Ditutup Tahun Ini

Direktur Fast Food Indonesia, Wachjudi Martono, mengungkapkan bahwa hingga September 2025, perseroan telah menutup 19 gerai KFC. Menurutnya, penutupan gerai bukanlah keputusan mudah, namun menjadi langkah yang harus ditempuh karena berbagai alasan, mulai dari berakhirnya kontrak sewa hingga lemahnya kinerja penjualan.

“Kemudian beberapa karyawan terimbas PHK, ada sekitar 400 karyawan,” ujarnya.

Meskipun demikian, tidak semua gerai ditutup secara permanen. Beberapa di antaranya hanya direlokasi ke lokasi yang dinilai lebih potensial. 

Wachjudi menekankan bahwa keputusan relokasi dilakukan karena perusahaan menilai daya beli masyarakat di kawasan tersebut masih cukup baik, sehingga peluang bisnis tetap terbuka.

Kerugian Menyusut, Tapi Masih Jadi Beban

Meski langkah penutupan dilakukan, kondisi keuangan FAST tetap menunjukkan adanya tekanan. Berdasarkan laporan keuangan kuartal II/2025, perseroan mencatat rugi bersih sebesar Rp138,75 miliar. 

Angka ini memang menurun cukup signifikan dibanding rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp348,83 miliar.

Namun, penurunan kerugian ini belum sepenuhnya bisa dianggap sebagai kabar baik. Pasalnya, pada sisi pendapatan, kinerja FAST justru tergerus.

Pendapatan perusahaan turun 3,12% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp2,4 triliun pada semester I/2025, dari sebelumnya Rp2,48 triliun di semester I/2024.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun kerugian berhasil ditekan, daya saing KFC di pasar domestik masih menghadapi ujian berat.

Deretan Tantangan Sejak 2020

Wachjudi Martono menguraikan perjalanan panjang tantangan yang dihadapi KFC Indonesia sejak 2020. Pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak pertama, memaksa perusahaan menutup sementara banyak gerai karena pembatasan mobilitas dan penurunan drastis konsumsi masyarakat.

Setelah pandemi mereda, badai lain kembali datang. “Kemudian ada boikot di 2023 dan 2024. Terakhir yang sedang kami hadapi saat ini adanya penurunan daya beli masyarakat, transaksi mengalami penurunan yang cukup besar,” jelas Wachjudi.

Fenomena boikot yang terjadi dalam dua tahun terakhir turut menekan penjualan KFC. Ditambah lagi, tahun 2025 membawa tantangan baru berupa melemahnya daya beli konsumen, yang membuat transaksi di gerai-gerai KFC tidak kunjung pulih ke level pra-pandemi.

Strategi Bertahan di Tengah Tekanan

Meski menghadapi kondisi sulit, manajemen FAST tetap berusaha menjaga keberlangsungan bisnis. Relokasi gerai menjadi salah satu strategi agar KFC tetap bisa hadir di lokasi-lokasi potensial dengan daya beli lebih stabil. 

Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan berbagai inisiatif efisiensi operasional untuk menekan beban kerugian.

Baca Juga: Dampak Kucuran Salim, Gelael, dan Haji Isam di KFC (FAST) Mulai Muncul di Pasar Modal

Selain strategi internal, FAST juga harus berhadapan dengan dinamika eksternal. Penurunan daya beli masyarakat yang berkepanjangan membuat perusahaan harus menyesuaikan promosi, strategi pemasaran, serta inovasi produk agar tetap relevan dengan kebutuhan konsumen.

Jumlah Gerai Masih Terkendali

Hingga kuartal II/2025, FAST masih mengoperasikan 698 gerai restoran KFC di seluruh Indonesia. Meski jumlahnya menyusut karena penutupan gerai di sejumlah kota, angka ini tetap menunjukkan skala bisnis KFC yang masih cukup besar di pasar domestik.

Penutupan 19 gerai memang menandai adanya penyusutan jaringan, tetapi dengan strategi relokasi, FAST berharap bisa menjaga keberlanjutan ekspansi di lokasi-lokasi yang lebih menjanjikan.

Tekanan Industri Kuliner Cepat Saji

Kondisi yang dialami KFC Indonesia sesungguhnya bukan kasus tunggal. Industri kuliner cepat saji secara umum menghadapi tantangan besar dalam lima tahun terakhir. 

Perubahan perilaku konsumen, persaingan ketat dengan merek lokal maupun internasional, serta meningkatnya biaya operasional menjadi faktor yang memengaruhi bisnis restoran cepat saji di Indonesia.

Namun, karena KFC adalah salah satu pemain terbesar dengan jaringan luas, setiap dinamika yang dialami perusahaan ini selalu menjadi cerminan kondisi industri secara keseluruhan.

Jalan Panjang Menuju Pemulihan

Melihat berbagai tantangan yang ada, jelas bahwa pemulihan KFC di Indonesia tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Pandemi, boikot, hingga penurunan daya beli masyarakat menjadi faktor-faktor yang membuat jalannya semakin berliku.

Namun, dengan pengalaman panjang mengelola lebih dari 40 tahun bisnis di Tanah Air, Fast Food Indonesia diyakini masih memiliki peluang untuk bangkit kembali. Kunci utama ada pada kemampuan beradaptasi terhadap tren konsumen dan menjaga efisiensi biaya operasional di tengah tekanan ekonomi.

Terkini